Curhat Supir Bajaj: “Cari Duit Susah, Pemerintah ke Mana?”

JAKARTA – Di tengah deru mesin dan asap knalpot yang menghiasi kota Jakarta, bajaj bukan sekadar kendaraan bagi Tarnyo.

Curhat soal perjuangan hidup telah ia tuangkan kepada bajaj tersebut, teman setia yang membawanya menembus kerasnya ibu kota, dan harapan terakhir di saat pilihan lain sirna.

Namun, bagi supir bajaj asal Tegal ini, roda tiga yang dulu jadi kebanggaan kini terasa seperti beban yang makin berat di pundaknya.

Tarnyo tak bisa menyembunyikan kekecewaannya. Profesinya kian dipandang sebelah mata, dan ia mempertanyakan kehadiran pemerintah untuk pekerja informal seperti dirinya.

“Nggak ada perhatian dari pemerintah. Kita cari duit malah makin susah,” curhat Tarnyo. sambil menatap jalanan.

Baca: Soal Danantara, Hensa: Itu Pertaruhan Bangsa, Mari Doakan yang Terbaik

Pria yang kini tinggal di Jatibening, Bekasi ini telah lebih dari 10 tahun mengais rezeki dari bajaj, setelah perusahaan taksi tempatnya bekerja bangkrut.

Dengan setoran Rp50.000 per hari dan penghasilan bersih tak lebih dari Rp75.000 setelah dikurangi biaya gas, hidupnya jauh dari kata mudah.

“Sehari paling dapat Rp150.000. Sisa buat pulang cuma Rp30.000,” curhat Tarnyo lagi.

Dari pukul 08.00 pagi hingga 19.00 malam, ia bertahan demi mencukupi kebutuhan, meski empat anaknya sudah menikah.

Pernah menikmati masa jaya sebagai supir taksi, kini ia hanya bisa mengandalkan kendaraan roda tiga itu.

“Bisanya narik bajaj sama mobil. Ojek online nggak bisa, nggak punya motor,” katanya.

Kini, ia hanya berharap pekerjaannya mendapat dukungan dari pemerintah. Untuk itu, ia ingin bertemu Gubernur Jakarta atau Presiden Prabowo menyampaikan uneg-unegnya.

“Pengennya cari duit gampang, makmur, hal-hal jelek hilang,” ujarnya penuh harap.

Simak wawancara selengkapnya hanya di YouTube JANGKRIK BOS ALA HENSA – HENDRI SATRIO.