Politik

Hensa: Jokowi Implisit Kritik Tajam Soal Sistem Politik Indonesia

  • February 17, 2025
  • 3 min read
Hensa: Jokowi Implisit Kritik Tajam Soal Sistem Politik Indonesia Analis Komunikasi Politik Hendri Satrio. (Dok: Lembaga Survei KedaiKOPI)

JAKARTA – Analis komunikasi politik Hendri Satrio (Hensa) menyoroti sejumlah pernyataan Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) yang dilontarkan dalam beberapa kesempatan terakhir.

Menurut Hensa, setidaknya ada dua kritik tajam yang disampaikan Jokowi terkait kondisi politik Indonesia saat ini.

Kritik Sistem Kepartaian

Salah satu kritik utama Jokowi, menurut Hensa, tertuju pada sistem kepartaian di Indonesia.

Hal itu sebagaimana yang ia sampaikan dalam wawancaranya di acara Mata Najwa beberapa waktu lalu.

Jokowi, kata Hensa, secara implisit mempertanyakan sistem kepartaian tersebut melalui wacana “partai perseorangan” hingga “Partai Super Terbuka”.

“Pernyataan Jokowi soal partai perseorangan dan Partai Super Terbuka bukan sekadar wacana membentuk partai baru. Jika hanya mengejar kekuasaan, buat apa ia mendirikan partai setelah tak lagi bisa maju sebagai presiden? Ini jelas kritik terhadap sistem kepartaian yang ada,” ujar Hensa kepada wartawan.

Hensa menjelaskan, konsep partai perseorangan merujuk pada partai yang dibentuk individu tanpa proses verifikasi ketat.

Sedangkan Partai Super Terbuka, menurut Hensa, menekankan kebebasan anggota dalam pengambilan keputusan.

Menurut Hensa, gagasan ini mencerminkan ketidakpuasan Joko Widodo terhadap dominasi elite partai dalam menentukan arah politik.

“Jokowi sepertinya melihat bahwa keputusan partai politik di Indonesia sering kali hanya ditentukan segelintir elite, bukan melibatkan anggota secara luas. Sistem super terbuka adalah sindiran bahwa partai seharusnya lebih demokratis dari anggota, untuk anggota, dan terbuka bagi siapa saja,” papar Hensa.

“Tak Ada yang Berani Kritik Prabowo”

Selain itu, Hensa menyoroti pernyataan Joko Widodo dalam pidato di HUT ke-17 Partai Gerindra, di mana ia menyebut tidak ada satu pihak pun yang berani mengkritik Presiden Prabowo Subianto.

Ia bahkan menyebut Prabowo sebagai presiden terkuat saat ini.

“Kalau Jokowi sampai bilang tak ada yang berani mengkritik Prabowo, ini artinya apa? Ini kritik kepada para aktivis demokrasi dan partai politik di DPR yang seharusnya menjadi penyeimbang kekuasaan,” tegas Hensa.

Hensa menilai, pernyataan tersebut menunjukkan adanya kelemahan dalam mekanisme checks and balances di sistem demokrasi Indonesia saat ini.

“Ini juga bisa dibaca sebagai tantangan Jokowi kepada para pengkritik untuk lebih vokal,” tambahnya.

Kritik Jokowi Datang Sebagai Masyarakat Sipil

Hensa menegaskan, kritik-kritik tersebut muncul karena Joko Widodo kini berstatus sebagai masyarakat sipil, bukan lagi pejabat negara.

“Meski mantan presiden, Jokowi kini warga biasa. Kritiknya adalah cerminan pandangan warga negara yang prihatin dengan kondisi politik, meskipun disampaikan dengan cara yang halus sehingga banyak yang tak menyadarinya,” ujar Hensa.

Menurut Hensa, cara Joko Widodo menyampaikan kritik ini menunjukkan kecerdasan politiknya.

“Ia mengemas kritik dalam narasi yang terkesan netral dan penuh canda, tetapi sebenarnya mengandung pesan kuat, canggih memang Jokowi,” pungkas Hensa.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *