Sengketa 4 Pulau Kecil Aceh-Sumut Bikin Presiden Prabowo Turun Tangan, Hensa: Ini Soal Komunikasi Menteri

JAKARTA – Analis komunikasi politik Hendri Satrio (Hensa) menyoroti sengketa empat pulau kecil antara Provinsi Aceh dan Sumatra Utara yang hingga melibatkan Presiden Prabowo Subianto secara langsung.
Menurutnya, persoalan ini mencerminkan pola berulang akibat lemahnya komunikasi di level menteri, sehingga memaksa presiden turun tangan.
“Lagi-lagi ini masalah komunikasi, menurut saya ini seharusnya enggak sampai ke meja presiden. Kalau komunikasi dilakukan dengan baik, masalah ini bisa selesai di level menteri,” ujar Hensa kepada wartawan, Senin (16/6/2025).
Hensa menilai, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian seharusnya melakukan konsultasi dengan pihak terkait, khususnya Aceh, sebelum mengeluarkan keputusan menteri. Langkah ini, menurutnya, dapat mencegah eskalasi konflik.
“Sebenarnya, sebelum menerbitkan Keputusan Menteri, Tito Karnavian sebagai Menteri Dalam Negeri bisa melakukan komunikasi dengan Aceh dan Sumatra Utara, terutama dengan Aceh, sehingga case-nya tidak seperti ini,” ujar Hensa.
“Kalau Tito melakukan komunikasi terlebih dahulu, pasti dia akan mendapatkan masukan juga dari Aceh, dan pastinya Prabowo tidak akan kerepotan hingga harus turun tangan,” tambahnya dengan nada kritis.
Menurut Hensa, sengketa ini menambah daftar panjang permasalahan komunikasi yang melibatkan menteri-menteri di Kabinet Prabowo.
Ia menyebut komunikasi yang buruk tidak hanya memicu konflik, tetapi juga membebani presiden yang seharusnya fokus pada agenda strategis nasional.
“Ini menambah daftar panjang menteri Prabowo yang merepotkan presidennya akibat masalah komunikasi, sejak awal komunikasi ini memang menjadi tantangan tersendiri bagi kabinet Prabowo,” tegasnya.
Hensa menekankan bahwa komunikasi efektif adalah kunci utama dalam menjalankan roda pemerintahan.
Kegagalan membangun komunikasi yang baik, lanjutnya, berisiko memperburuk dinamika di dalam kabinet dan memicu masalah yang sebenarnya dapat dihindari.
“Menteri harus proaktif berkonsultasi dengan semua pihak terkait. Komunikasi ini bukan hanya soal teknis, tetapi juga soal sensitivitas dalam pengambilan keputusan,” katanya.
Ia pun menyarankan agar para menteri lebih cermat dalam mengambil keputusan dan memperbaiki pola komunikasi.
“Presiden sudah punya banyak tugas. Kalau menteri terus-menerus membuat masalah yang sebenarnya bisa dihindari, ini akan menguras energi pemerintahan,” ujarnya.
Hensa berharap kasus ini menjadi pelajaran penting bagi para menteri untuk lebih peka terhadap pentingnya komunikasi efektif. “Komunikasi adalah kunci. Tanpa itu, kita akan terus melihat presiden dipaksa turun tangan untuk menyelesaikan masalah yang seharusnya bisa dicegah,” pungkasnya.