DPD RI Tinjau Kesiapan Layanan Haji di Madinah

MADINAH – Anggota DPD RI, Destita Khairilisani melaksanakan kunjungan kerja ke Kantor Teknis Urusan Haji (KTUH) Madinah, Kementerian Agama RI, di Arab Saudi, pada Jumat (18/7) waktu setempat.
Kunjungan ini bertujuan memastikan kesiapan layanan bagi jemaah haji Indonesia jelang kedatangan gelombang pertama di Madinah pada 2 Mei 2025.
“Persiapan di Madinah penting untuk memastikan layanan berjalan baik, apalagi ini jadi tempat adaptasi suhu sebelum jemaah masuk ke Mekah,” ujar Senator Destita, dikutip dari RRI.
Baca: DPR Desak KPK Selesaikan Kasus Korupsi PT Taspen
Destita menerima penjelasan dari KTUH tentang tantangan teknis, termasuk potensi perubahan jadwal penerbangan yang memengaruhi pengaturan hotel dan katering.
“Di Madinah, satu kloter bisa mengalami perpindahan hotel karena sistem sewa hotel berdasarkan ‘blocking time’ selama 8–10 hari, berbeda dengan Mekah,” terangnya.
Destita juga memantau langsung pengawasan penyediaan makanan.
Di Madinah, 21 dapur katering melayani lebih dari 203.320 jemaah, dengan makanan diantar menggunakan kendaraan khusus untuk menjaga suhu di atas 60 derajat Celsius.
Jika suhu makanan turun hingga 40 derajat, otoritas Arab Saudi akan membuangnya.
“Kalau sudah dapat izin penyajian, berarti katering tersebut sudah memenuhi spesifikasi ketat, termasuk suhu makanan. Ini penting untuk kesehatan jemaah,” Destita mengiyakan.
DPD respons soal jemaah haji Indonesia rata-rata lansia
Dari total 203.320 jemaah haji Indonesia tahun ini, 10.166 di antaranya adalah lansia.
Pemerintah Arab Saudi membatasi usia jemaah hingga maksimal 90 tahun, dengan sistem visa otomatis menolak aplikasi di atas usia tersebut.
Indonesia sedang berupaya merevisi pembatasan kuota lansia usia 70–90 tahun yang dibatasi 7% (sekitar 10 ribu orang).
Hal ini dilakukan mengingat 17 ribu jemaah lansia telah melunasi biaya haji.
“Dengan jumlah yang ada, kita mendorong kebijakan haji ramah lansia dengan penyediaan layanan khusus, termasuk layanan kesehatan dan mobilisasi,” kata Destita.
Layanan kesehatan di Madinah kini bekerja sama dengan otoritas lokal, dengan klinik Indonesia bersifat mobile dan dioperasikan petugas lokal.
Klinik sektor hanya berfungsi sebagai tempat transit sebelum pasien dirujuk ke fasilitas resmi Arab Saudi.
Transportasi ke Masjid Nabawi juga menjadi sorotan.
Mobilitas tinggi dan waktu singgah bus yang terbatas membuat jemaah diimbau tidak sering bolak-balik dari hotel ke masjid.
Selain itu, perubahan slot penerbangan dari Jeddah ke Madinah dapat memicu pembengkakan biaya untuk hotel dan konsumsi tambahan.
Tahun lalu, hal ini menyebabkan biaya tambahan hingga Rp40 miliar.
“Dengan segala kompleksitas ini, penting untuk memastikan semua pihak, baik pemerintah, penyedia layanan, maupun jemaah, memahami tantangan dan bekerja sama menghadapinya,” pungkas Destita.