Daerah

Gedung Sejarah Dirobohkan, Tokoh Masyarakat Melayu Merasa Dizalimi Pemerintah

  • January 24, 2025
  • 3 min read
Gedung Sejarah Dirobohkan, Tokoh Masyarakat Melayu Merasa Dizalimi Pemerintah

BATAM – Masyarakat Melayu di Kepulauan Riau terus memperjuangkan hak-haknya, terkait polemik antara pemerintah dan masyarakat di Batam dan Rempang.

Di Pulau Rempang, masyarakat meminta pemerintah mengevaluasi proyek strategis nasional Rempang Eco City yang merugikan masyarakat Melayu setempat.

Megat Rury Afriansyah, tokoh masyarakat Melayu, menyatakan bahwa masyarakat Melayu masih berjuang untuk hak-haknya hingga saat ini.

Masyarakat Melayu juga terdampak praktik mafia tanah, seperti dalam kasus perobohan Hotel Purajaya di Nongsa, Batam, yang terjadi sejak 2023.

“Apa salahnya dengan Melayu hingga harus membongkar hotel yang sudah dibangun dari tahun 1993 tersebut secara paksa?” ungkap Rury, yang juga merupakan ketua Saudagar Rumpun Melayu sejak tahun 2017, Kamis (23/1/2025).

“Padahal, hotel ini merupakan tempat para tokoh Melayu berkumpul dan merembukkan provinsi Kepri, Gus Dur menginap disana dua kali hingga provinsi Kepri terbentuk pada 2002” lanjutnya.

Baca: Gedung Sejarah Dirobohkan, Tokoh Masyarakat Melayu: Kenapa Bangunan Kami Diratakan Begitu Saja?

Polemik Hotel Purajaya

Diketahui, terdapat dua alokasi pengelolaan lahan (PL) dalam kasus hotel Purajaya ini.

Yaitu alokasi pertama untuk 10 hektar lahan yang digunakan pengelola untuk membangun hotel. PL kedua seluas 20 hektar yang disebut pengelola dipakai sebagai gedung mess, gardu listrik dan bangunan lain penunjang hotel.

Rury mengatakan, pihaknya sudah mengajukan perpanjangan alokasi lahan ke BP Batam. Namun, BP Batam disebut menolak perpanjangan ini dikarenakan Hotel Purajaya tidak menarik lagi secara pariwisata.

“Kami melakukan presentasi sekitar 2-3 kali untuk perpanjangan masa alokasi lahan, lalu ditolak dengan alasan tidak menarik,” kata Rury.

“Tidak jelas alasannya menetapkan Hotel Purajaya tidak menarik, sementara hotel kami Bintang 5 sudah berdiri dari tahun 1996, kan kami yang tahu bagaimana menarik, kami di bidang pariwisata, harus ada dasarnya” lanjutnya.

Baca: Jelang 100 Hari Prabowo, Hendri Satrio Soroti 4 Hal ini

Naasnya, Rury menjelaskan bahwa pada tahun 2021, ia mulai mengalami kriminalisasi oleh Wali Kota Batam, Haji Muhammad Rudy.

Ia bahkan mengaku hampir di penjara karena mulai mengekspos kejanggalan ini.

“2021 September saya dikriminalisasi, seolah saya dibilang penipuan karena tidak membayar WTO dan lain sebagainya,” kata Rury.

“Saya bahkan hampir di penjara, karena kenapa? ketika saya blow up di media, waktu beliau berkuasa pasti saya di BAP Mabes Polri tiap menceritakan kasus ini,” lanjutnya.

Merugikan Masyarakat Melayu

Rury menyoroti bahwa penggusuran ini tidak hanya merugikan dirinya sebagai pemilik hotel yang kaya dengan sejarah.

Tetapi juga, kata Rury, ini berdampak pada ratusan pekerja Melayu yang bergantung pada hotel tersebut.

“Kami membekerjakan ratusan orang Melayu setempat yang ada di sekitaran resort tersebut. Bagaimana dengan nasib mereka? Apa dampak sosial yang terjadi pada kami, khususnya Bangsa Melayu?” tanyanya.

Ia juga mempertanyakan keadilan yang seharusnya diberikan kepada masyarakat Melayu. Menurutnya, Hotel Purajaya sudah menjadi bagian dari sejarah Melayu di Kepualauan Riau sehingga tidak harus dibongkar.

“Apakah masih ada keadilan di Bumi Melayu ini? Kenapa kami sepertinya tidak dilihat oleh pemerintah pusat? Kenapa bangunan kami diratakan begitu saja?” ungkap Rury.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *