Tambang Nikel di Raja Ampat Jadi Sorotan, Pemerintah Ungkap Kondisi Empat Pulau Kecil

JAKARTA – Pemerintah mengungkapkan kondisi sejumlah pulau di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya, yang menjadi lokasi tambang nikel.
Wilayah ini dikenal sebagai destinasi pariwisata unggulan Indonesia berkat keindahan alam bawah lautnya dan statusnya sebagai global geopark yang diakui UNESCO.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Hanif Faisol Nurofiq memaparkan hal tersebut dalam konferensi pers di Hotel Pullman, Jakarta, pada Minggu (8/6/2025).
Ia menyebutkan, aktivitas tambang nikel berpotensi mengancam kelestarian lingkungan dan biodiversitas Raja Ampat, yang 97 persen wilayahnya merupakan kawasan hutan, termasuk cagar alam, suaka margasatwa, dan hutan lindung.
“Secara umum semua pulau ini diliputi-dikelilingi oleh koral yang habitatnya harus kita jaga benar keberadaannya,” kata Menteri Hanif.
“Memang terjadi potensi pencemaran kerusakan lingkungan hidup dan lanskap dan terganggunya biodiversity di Raja Ampat,” ujarnya.
Hanif menyebutkan ada empat pulau kecil dan satu pulau besar, yakni Pulau Waigeo, yang menjadi lokasi aktivitas tambang nikel. Berikut rinciannya:
1. Pulau Gag
Pulau Gag, terletak di sisi barat “Kepala Burung” Papua, memiliki luas sekitar 6.300 hektare dengan area bukaan tambang seluas 187,87 hektare. Penambangan dilakukan oleh PT GAG Nikel (PT GN) di kawasan hutan lindung.
Hanif menyatakan, kegiatan tambang di Pulau Gag relatif mematuhi kaidah lingkungan. “Tingkat pencemaran yang nampak oleh mata hampir tidak terlalu serius. Artinya, kalaupun ada gejala ketidaktaatannya lebih ke minor-minor saja,” ujarnya. Namun, pemerintah akan mengkaji lebih lanjut.
PT GN termasuk dalam 13 perusahaan yang dikecualikan dari larangan menambang di hutan lindung dengan pola pertambangan terbuka, sesuai Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Kehutanan. “Jadi hutan lindung itu tidak boleh dilakukan pola terbuka, tetapi kecuali 13 perusahaan termasuk PT GN ini diperbolehkan melalui Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004,” kata Hanif.
2. Pulau Kawei
Pulau Kawei, dengan luas 4.561 hektare, merupakan kawasan hutan produksi. Area bukaan tambang di pulau ini mencapai 89,29 hektare, namun 5 hektare di antaranya berada di luar Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH).
“Karena ada pelanggarannya, tentu ada potensi dikenakannya penegakan hukum pidana lingkungan hidup terkait dengan pelaksanaan kegiatan yang melebihi batas yang diberikan oleh pemerintah pada kegiatan tersebut,” kata Hanif.
Penambangan di Pulau Kawei dilakukan oleh PT Kawei Sejahtera Mining (PT KSM), dengan persetujuan lingkungan dari Bupati Raja Ampat sejak 2004 dan pembukaan lahan pada 2023.
3. Pulau Manuran
Pulau Manuran, yang hanya seluas 743 hektare, terletak di utara Pulau Waigeo. Aktivitas tambang nikel oleh PT Anugerah Surya Pratama (PT ASP) menyebabkan pencemaran pantai akibat jebolnya kolam pengendapan limbah (settling pond).
“Ini memang menimbulkan pencemaran lingkungan, kekeruhan pantai yang cukup tinggi, dan ini tentu ada konsekuensi yang harus ditanggungjawabi oleh perusahaan tersebut,” kata Hanif.
Persetujuan lingkungan untuk PT ASP diterbitkan oleh Bupati Raja Ampat pada 2006, namun Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan belum menerima dokumen terkait.
4. Pulau Waigeo
Pulau Waigeo, dengan luas 3.155 km persegi, adalah pulau terbesar di Raja Ampat dan berstatus Kawasan Suaka Alam (KSA). Hanif menegaskan, penambangan di pulau ini dilarang keras. “Kalau berada di Kawasan Suaka Alam tentu kita ingin persetujuan lingkungannya dicabut karena tidak boleh ada tambang di Kawasan Suaka Alam yang ditetapkan oleh Bapak Menteri Kehutanan,” kata dia.
Penambangan di Pulau Waigeo juga dilakukan oleh PT ASP, yang beroperasi pula di Pulau Manuran.
5. Pulau Batang Pele dan Pulau Manyaifun
Kedua pulau kecil ini, dengan luas masing-masing 2.000 hektare dan 21 hektare, merupakan kawasan hutan lindung. Aktivitas penambangan oleh PT Mulia Raymond Perkasa (PT MRP) masih dalam tahap eksplorasi dengan pemasangan 10 titik pengeboran.
“Jadi untuk kegiatan ini PT MRP bahkan belum memiliki dokumen apa-apa selain IUP (Izin Usaha Pertambangan). Jadi baik pinjam pakai maupun persetujuan lingkungannya belum dimiliki,” kata Hanif.
Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, penambangan di pulau kecil dilarang. Pemerintah akan terus memantau dan mengevaluasi aktivitas tambang untuk memastikan kelestarian lingkungan Raja Ampat.