Ekonom Indef Dorong Indonesia Diversifikasi Sumber Impor
Jakarta – Ekonom Indef sekaligus Dosen Universitas Paramadina, Ariyo DP Irhamna, menekankan pentingnya diversifikasi sumber impor sebagai langkah strategis bagi Indonesia untuk mengurangi risiko ekonomi di masa depan.
Menurut Ariyo, ketergantungan Indonesia yang tinggi terhadap impor dari China tak hanya menciptakan risiko ekonomi, tetapi juga potensi dampak geopolitik.
“Ketergantungan ini membuat perekonomian Indonesia rentan terhadap perubahan harga dan kebijakan perdagangan China,” ujar Ariyo dalam diskusi Indef bertajuk Catatan Akhir Tahun: Investasi dan Industri Faktor Kritis Pertumbuhan 8 Persen, yang digelar di Jakarta, Selasa.
Sejak 2004, China telah menjadi eksportir utama ke Indonesia dengan pangsa pasar yang meningkat dari sembilan persen menjadi 28 persen pada 2023. Kondisi ini memperlihatkan tingginya ketergantungan Indonesia terhadap barang impor dari China.
Lebih lanjut Ariyo memperingatkan bahwa disrupsi perdagangan bilateral, seperti akibat perang dagang yang mungkin kembali memanas dengan terpilihnya Donald Trump di AS, dapat membawa dampak besar bagi ekonomi Indonesia.
Dalam mengatasi tantangan tersebut, Ariyo menyarankan Indonesia untuk melakukan diversifikasi sumber impor dengan meningkatkan penggunaan produk lokal sebagai substitusi impor. Upaya ini, menurutnya, harus disertai dengan penguatan daya saing produk Indonesia di pasar internasional.
Selain itu, diversifikasi tujuan ekspor juga dianggap penting. Struktur ekspor Indonesia, menurut Ariyo, tidak mengalami perubahan signifikan dalam hampir dua dekade terakhir.
Pada 2004, Jepang menjadi tujuan utama ekspor dengan pangsa pasar 40 persen, yang meningkat menjadi 45 persen pada 2023. Sementara itu, Vietnam naik dari tiga persen menjadi 17 persen dalam periode yang sama.
“Langkah diversifikasi negara tujuan ekspor perlu dilakukan agar ketergantungan pada segelintir negara dapat dikurangi,” tambah Ariyo.
Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa nilai ekspor Indonesia pada November 2024 mencapai 24,01 miliar dolar AS, turun 1,70 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Penurunan ini disebabkan oleh menurunnya ekspor nonmigas sebesar 1,67 persen menjadi 22,69 miliar dolar AS, serta penurunan ekspor migas sebesar 2,10 persen menjadi 1,32 miliar dolar AS.
Beberapa komoditas nonmigas mengalami penurunan, termasuk lemak dan minyak hewani/nabati yang turun sebesar 317,9 juta dolar AS (10,48 persen). Di sisi lain, ekspor nikel mengalami peningkatan signifikan sebesar 467,6 juta dolar AS (87,26 persen).
Plt Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, menegaskan bahwa data ini menunjukkan perlunya langkah konkret dalam diversifikasi perdagangan Indonesia guna menjaga stabilitas dan keberlanjutan ekonomi di tengah dinamika global.