Nasional

KPK Kaji Rangkap Jabatan Wakil Menteri untuk Cegah Korupsi

  • September 18, 2025
  • 3 min read
KPK Kaji Rangkap Jabatan Wakil Menteri untuk Cegah Korupsi Ilustrasi Gedung KPK. (Istimewa)

JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah melakukan kajian mendalam terkait praktik rangkap jabatan, khususnya yang melibatkan wakil menteri sebagai komisaris di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau perusahaan swasta. Kajian ini bertujuan untuk memperkuat tata kelola publik dan mencegah potensi korupsi akibat konflik kepentingan.

Plt Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK, Aminudin, menjelaskan bahwa rangkap jabatan sering menjadi pemicu korupsi karena adanya benturan kepentingan.

“Kami berharap kajian ini menjadi landasan reformasi tata kelola publik yang lebih kuat,” kata Aminudin dalam keterangan tertulis, Kamis (18/9/2025).

Kajian ini diperkuat oleh Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 128/PUU-XXIII/2025 yang melarang wakil menteri merangkap jabatan sebagai pejabat negara lain, komisaris BUMN/swasta, atau pimpinan organisasi yang didanai APBN/APBD.

Putusan ini menegaskan urgensi pembenahan agar praktik rangkap jabatan tidak lagi menjadi celah konflik kepentingan, sehingga pejabat publik dapat fokus memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat.

Berdasarkan data yang dikumpulkan KPK bersama Ombudsman pada 2020, dari 397 komisaris BUMN dan 167 komisaris anak perusahaan yang terindikasi merangkap jabatan, sekitar 49 persen di antaranya tidak memiliki kompetensi teknis yang sesuai.

Selain itu, 32 persen berpotensi memicu konflik kepentingan, yang mencerminkan lemahnya pengawasan, rendahnya profesionalitas, serta risiko rangkap pendapatan yang dapat mencederai keadilan publik.

Kajian yang dilakukan KPK sejak Juni hingga Desember 2025 dan akan dilanjutkan pada 2026 ini berfokus pada 10 lembaga publik dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif.

Kajian ini melibatkan sejumlah pihak, seperti Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Ombudsman RI, Kementerian BUMN, Lembaga Administrasi Negara (LAN), serta akademisi.

Fokus kajian mencakup identifikasi praktik rangkap jabatan, faktor penyebab seperti kebijakan, keterbatasan sumber daya manusia (SDM), beban kerja, kompensasi, hingga efektivitas mekanisme pengawasan.

“Hasil penelitian diharapkan menghasilkan rekomendasi valid dan presisi guna mendorong perbaikan sistem, etika, dan profesionalitas,” ujar Amin.

Kajian ini juga melibatkan pemangku kepentingan dari lingkup eksekutif ASN, TNI, Polri, serta kementerian dan lembaga pemerintah non-kementerian di tingkat pusat. Narasumber meliputi pakar etika pemerintahan, integritas publik, antikorupsi, kelembagaan pengawas, serta akademisi dan peneliti kebijakan publik.

Selain mengidentifikasi masalah, kajian ini juga merumuskan sejumlah rekomendasi kebijakan, antara lain:

  1. Mendorong lahirnya Peraturan Presiden atau Peraturan Pemerintah yang mengatur definisi, ruang lingkup, larangan, dan sanksi terkait konflik kepentingan serta rangkap jabatan.
  2. Menyinkronkan regulasi dengan UU BUMN, UU Pelayanan Publik, UU ASN, UU Administrasi Pemerintahan, dan aturan terkait lainnya.
  3. Mengusulkan reformasi remunerasi pejabat publik melalui sistem gaji tunggal untuk menghapus peluang penghasilan ganda akibat rangkap jabatan.
  4. Membentuk Komite Remunerasi Independen di BUMN atau lembaga publik untuk menjaga transparansi dan memperbaiki skema pensiun.
  5. Menyusun Standar Operasional Prosedur (SOP) investigasi konflik kepentingan sesuai standar OECD untuk dijalankan secara konsisten oleh Inspektorat dan Satuan Pengawasan Internal (SPI) BUMN.

Dengan langkah-langkah ini, KPK berharap dapat memperkuat integritas dan profesionalisme dalam tata kelola publik, sekaligus menutup celah korupsi akibat rangkap jabatan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *