JAKARTA – Berkshire Hathaway, perusahaan investasi milik Warren Buffett, resmi melepas seluruh sahamnya di BYD, produsen kendaraan listrik asal China. Keputusan ini menandai akhir dari investasi yang dimulai pada 2008 dan sempat menghasilkan keuntungan signifikan.
Seperti dilaporkan CNBC, Berkshire pertama kali membeli 225 juta saham BYD pada 2008 dengan nilai 230 juta dollar AS atau sekitar Rp 3,8 triliun. Investasi ini melonjak nilainya pada kuartal kedua 2022, mencapai 9 miliar dollar AS atau sekitar Rp 149,8 triliun.
Namun, sejak Agustus 2022, Berkshire mulai mengurangi kepemilikannya. Hingga Juni 2023, sekitar 76 persen saham telah dilepas, sehingga kepemilikan tersisa di bawah 5 persen. Angka ini membuat Berkshire tidak lagi wajib melaporkan transaksi penjualan ke Bursa Efek Hong Kong. Data terakhir menunjukkan masih ada 54 juta saham yang tersisa.
Laporan kuartal pertama 2024 dari Berkshire Hathaway Energy, anak usaha yang memegang saham BYD, mencatat nilai investasi di BYD telah menjadi nol per 31 Maret 2024. Juru bicara perusahaan mengonfirmasi bahwa seluruh saham BYD telah dijual.
Investasi Berdasarkan Saran Charlie Munger
Keputusan untuk berinvestasi di BYD pada 2008 diambil atas saran mendiang Charlie Munger, mantan wakil ketua Berkshire Hathaway. “Meskipun terlihat seperti Warren dan saya sudah gila, saya melihat perusahaan ini dan CEO-nya, Wang Chuanfu, sebagai keajaiban luar biasa,” kata Munger dalam rapat pemegang saham 2009.
Prediksi Munger terbukti benar. Selama Berkshire menjadi pemegang saham, nilai saham BYD melonjak sekitar 3.890 persen, menunjukkan keberhasilan investasi tersebut.
Meski demikian, Warren Buffett tidak pernah membeberkan alasan rinci di balik pelepasan saham BYD. Dalam wawancara dengan CNBC pada 2023, ia hanya mengatakan, “BYD adalah perusahaan luar biasa yang dipimpin orang luar biasa, tetapi saya pikir kami akan menemukan hal-hal lain untuk dilakukan dengan uang tersebut yang membuat saya lebih nyaman.”
Pelepasan Saham Lain dan Pertimbangan Geopolitik
Selain BYD, Berkshire juga melepas hampir seluruh sahamnya di Taiwan Semiconductor senilai sekitar 4 miliar dollar AS atau Rp 66,5 triliun. Saham tersebut dijual hanya beberapa bulan setelah dibeli. Buffett menyebut risiko geopolitik akibat klaim Beijing atas Taiwan sebagai alasan utama. “Ini dunia yang berbahaya,” ujarnya.
Pandangan Buffett dan Trump tentang Orientasi Jangka Panjang
Buffett dikenal jarang berbicara soal politik, tetapi pada 2022, ia menyinggung fenomena banyak pihak yang “marah secara berkelanjutan” dan melampiaskannya ke perusahaan, yang menurutnya merugikan karyawan dan investor.
Menariknya, Buffett memiliki pandangan serupa dengan mantan Presiden AS Donald Trump dalam hal orientasi jangka panjang perusahaan. Trump baru-baru ini menulis di Truth Social bahwa Komisi Sekuritas dan Bursa (SEC) sebaiknya mengizinkan perusahaan melaporkan laba setiap enam bulan, bukan setiap kuartal. “Ini akan menghemat uang dan memungkinkan manajer fokus mengelola perusahaan mereka dengan baik,” tulisnya.
SEC menyatakan kepada CNBC bahwa usulan ini sedang dipertimbangkan untuk mengurangi beban regulasi yang dianggap tidak perlu.
Buffett sendiri telah lama menentang panduan laba per saham setiap kuartal. Dalam opini yang ditulis bersama CEO JPMorgan Chase, Jamie Dimon, di Wall Street Journal pada 2018, ia menyatakan, “Pasar keuangan terlalu terfokus pada jangka pendek, dan panduan kuartalan menjadi pendorong utama tren ini.”
Menurut mereka, laporan kuartalan tetap diperlukan, tetapi seharusnya berfokus pada gambaran retrospektif kinerja aktual perusahaan, bukan ramalan laba. Pendekatan ini diyakini memungkinkan pemegang saham dan publik menilai kemajuan perusahaan secara lebih akurat.