Wacana Peleburan Kementerian BUMN dan Danantara Dibahas, Hensa: Bagus, Asal Infrastruktur Dibenahi
JAKARTA – Analis komunikasi politik Hendri Satrio (Hensa) menilai wacana peleburan Kementerian BUMN dengan Danantara menjadi satu badan bukan persoalan, asalkan dilakukan dengan persiapan matang dan jelas manfaatnya bagi masyarakat.
Wacana peleburan ini mencuat seiring pembahasan revisi UU BUMN di DPR yang berpotensi menghapus keberadaan Kementerian BUMN.
Menurut Hensa, langkah peleburan dapat dijalankan selama memberikan dampak positif untuk bangsa.
“Menurut saya bagus-bagus saja, selama peleburan itu baik untuk Indonesia, silakan saja dilaksanakan,” kata Hensa kepada wartawan.
Meski demikian, ia mengingatkan agar pemerintah tidak gegabah. Infrastruktur BUMN yang sudah ada maupun yang masih direncanakan perlu segera dibenahi, sehingga kinerja badan baru bisa lebih optimal.
“Yang perlu dibenahi itu sebenarnya infrastruktur BUMN. Yang sudah ada harus diperkuat, yang belum ada juga segera dilengkapi,” ujarnya.
Selain persoalan infrastruktur, Hensa menekankan pentingnya menjaga kepercayaan pasar.
Menurutnya, peleburan hanya akan efektif jika mampu mempertahankan bahkan meningkatkan keyakinan investor serta pelaku usaha terhadap arah kebijakan pemerintah.
“Jika hal ini bisa menambah dan mempertahankan kepercayaan pasar, tentu menjadi keuntungan dari kebijakan publik pemerintah,” katanya.
Di sisi lain, Hensa menilai rencana ini wajib dikomunikasikan secara transparan agar tidak menimbulkan spekulasi.
Sebab, sosialisasi yang jelas diyakini dapat mencegah polarisasi politik.
“Jika dilaksanakan dengan matang, peleburan ini berpotensi menyederhanakan birokrasi dan meningkatkan efisiensi operasional di sektor usaha negara,” tambahnya.
Ia juga menilai langkah tersebut sejalan dengan upaya pemerintah memperkuat koordinasi kebijakan publik, melalui sinergi antara pengelolaan aset negara dan strategi pengawasan nasional.
Meski begitu, Hensa menekankan keberhasilan peleburan bergantung pada pemetaan ulang sumber daya manusia serta dukungan teknologi.
Tanpa itu, justru bisa muncul risiko ketidakefisienan, seperti lambatnya pengambilan keputusan atau hilangnya fokus pada program prioritas.
Karena itu, ia menyarankan agar pemerintah menyusun roadmap yang jelas dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk masyarakat sipil dan kalangan akademisi.
Dengan pendekatan tersebut, peleburan tidak semata menjadi restrukturisasi administratif, melainkan langkah strategis mendukung visi Indonesia Emas 2045.
“Dalam konteks lebih luas, peleburan ini juga bisa menjadi katalisator reformasi tata kelola kebijakan publik, termasuk memperkuat transparansi dan akuntabilitas,” ujar Hensa.
Ia menambahkan, badan baru hasil peleburan nantinya memiliki potensi memperkuat implementasi program pemerintah yang lebih terintegrasi, sehingga manfaatnya bisa dirasakan langsung oleh masyarakat.
Menyinggung dinamika politik, Hensa mengingatkan agar isu ini dikelola hati-hati, terlebih di tengah perubahan posisi pejabat seperti Erick Thohir yang bergeser ke Menpora. Hal itu bisa ditafsirkan sebagai sinyal perubahan arah kebijakan sehingga perlu penjelasan terbuka dari pemerintah.
“Pada akhirnya, kebijakan ini harus dilihat sebagai peluang memperkuat narasi pembangunan inklusif. Asal dikomunikasikan dengan jelas dan berdasarkan data, masyarakat akan merasakan manfaat langsung tanpa keraguan,” pungkasnya.