Soal Adanya Sosok yang “Tidak Berkeringat” Ingin Masuk Kabinet, Hendri Satrio: Itu Hanya Untuk Menenangkan Para Menteri Saja

JAKARTA – Analis komunikasi politik Hendri Satrio (Hensa) menyoroti pernyataan tertutup Presiden Prabowo Subianto soal adanya pihak yang “tak berkeringat” ingin masuk kabinet.
Ia menilai, pernyataan tersebut, yang diungkapkan oleh salah satu menteri kabinet Merah Putih, sebagai upaya menenangkan menteri-menterinya agar tak terganggu pekerjaannya.
“Pada saat dia mengatakan bahwa ada pihak-pihak yang berkeringat ingin masuk kabinet, menurut saya sih itu umbang-umbang dia saja pada saat meeting itu di depan anak buahnya untuk menenangkan bahwa enggak ada yang akan diganti,” ujar Hensa.
Ia menilai, narasi “tak berkeringat” dari Prabowo muncul untuk meredam keresahan menteri di tengah isu pergantian kabinet.
Hensa menjelaskan, Prabowo ingin menjaga kekompakan elit politik demi kelancaran pelaksanaan program-program pemerintahan.
“Jadi kalau kita memandang atau ingin menelaah lebih jauh Pak Prabowo langkah-langkahnya, ya balik lagi ke dua hal yang sering dia sebutkan itu, merangkul semua dan elit politik rukun, dan sepertinya pernyataan berkeringat itu sejalan,” kata Hensa.
Meski Prabowo menegaskan tidak ada reshuffle, Hensa menilai perbaikan kinerja kabinet tetap diperlukan.
Ia menyoroti momen Prabowo menyebut kinerja pemerintahannya 6 dari 10 dan ingin meningkatkannya pada April 2025 silam.
“Dari sisi komunikasi publik saja kan kabinet ini kocar-kacir gitu. Dan Pak Prabowo sudah menyampaikan, ‘ya salah saya’. Dia dengan gentle gitu dia mengatakan ‘ini salah saya’, dan saya pikir dia mau membenahi ini,” ungkap Hensa.
Ia pun berpendapat, masyarakat kini kerap menyuarakan keinginan untuk pergantian menteri yang dianggap tidak kompeten dalam menjalankan tugasnya.
“Fenomena-fenomena seperti bendera One Piece, rekening dormant, gas 3 kilogram ini kan membuat masyarakat resah dan selalu menyuarakan aspirasi untuk mengganti para pejabat publik yang kerap kali menimbulkan masalah dalam komunikasi ini untuk diganti,” ujarnya.
Prabowo, menurut Hensa, mendengar aspirasi ini, namun sepertinya sang presiden pun sedang memilih waktu yang tepat untuk reshuffle tanpa gegap gempita.
“Dan saya yakin Pak Prabowo itu mendengarkan itu. Tapi ya kalau tentang kapan reshuffle terjadi ya terserah dia,” tegas Hendri.
Ia juga menyoroti gaya Prabowo yang menghindari pengumuman terbuka soal reshuffle. Jika pergantian menteri terjadi, menurut Hensa, Prabowo lebih memilih melakukannya secara diam-diam.
Hal ini untuk menjaga stabilitas politik dan fokus pada pembangunan.
“Jadi dia pengennya, saya mencoba melihat itu Pak Prabowo ingin dalam situasi tenang kemudian ada pergantian pemain,” tutup Hendri.
Prabowo, menurut Hensa, juga sensitif terhadap menteri yang membuat gaduh.
Contohnya, kebijakan yang diumumkan sebelum matang sering memicu keresahan masyarakat. Menurutnya, menteri yang gagal mengatur komunikasi dengan baik berisiko dievaluasi.
“Yang pertama gaduh, yang kedua gak bisa ngatur konstituen gitu. Ya itu yang sudah terjadi dengan Menteri Dikti kan, karena dia diprotes oleh anak buahnya sendiri dan direshuffle secara tiba-tiba, ini saja tanda reshufflenya,” pungkas Hensa.