JAKARTA – Analis komunikasi politik Hendri Satrio (Hensa) memprediksi bahwa kondisi perpolitikan Indonesia sepanjang 2026 akan sangat ditentukan oleh dua hal utama: stabilitas ekonomi dan konsistensi penegakan hukum.

Hensa menyebut bila tak ada perbaikan signifikan di kedua ranah tersebut, politik akan semakin terpuruk dan berpotensi memanas.

“Saya memprediksi bahwa perpolitikan di 2026 itu masih sangat bergantung pada kondisi ekonomi dan penegakan hukum kita kelak,” kata Hensa kepada wartawan.

Analis komunikasi politik Hendri Satrio dalam diskusi publik bertajuk “1 Tahun Pemerintahan Prabowo, Apa Kabar Ketahanan Pangan?” yang digelar Lembaga Survei KedaiKOPI di Jakarta, Sabtu (11/10/2025). (Dok. Lembaga Survei KedaiKOPI)

Menurutnya, ada sejumlah faktor yang akan saling terkait dan menentukan nasib politik 2026.

Pertama, ketidakpastian politik terus membayangi, mulai dari wacana pemilihan kepala daerah tidak langsung oleh DPRD, usulan koalisi permanen yang digaungkan Partai Golkar, hingga isu hubungan Prabowo-Gibran serta polemik ijazah yang tak kunjung reda.

Kedua, kata Hensa, adalah penegakan hukum yang kini menjadi sorotan, seperti pemberlakuan KUHP dan KUHAP baru per 2 Januari 2026 yang masih menuai polemik, ditambah persepsi intervensi presiden terhadap putusan pengadilan dalam kasus-kasus besar seperti Hasto Kristiyanto, Tom Lembong, dan Ira Puspadewi, serta maraknya rehabilitasi atau amnesti yang membingungkan publik.

“Jadi, hal-hal seperti ini yang menjadi catatan bukan saja ekonomi, tapi juga kondisi hukum dengan peraturan-peraturan baru yang akan memengaruhi perpolitikan di Indonesia,” ujarnya.

Ia melanjutkan, ekonomi juga terancam karena trickle down effect dari 1% orang terkaya nyaris tidak terjadi, uang mereka mengalir ke saham dan emas, bukan ke sektor riill, sementara daya beli masyarakat anjlok, PHK merebak, dan negara semakin bergantung pada utang.

Kondisi ini, menurut Hensa, diperparah komunikasi pejabat yang kerap nir-empati, dampak lanjutan bencana alam di berbagai daerah, serta keraguan terhadap keberhasilan program prioritas pemerintah.

Belum lagi, prediksi pertumbuhan ekonomi mendekati nol persen pada kuartal ketiga 2026 serta reshuffle kabinet yang dinanti publik untuk memastikan meritokrasi menteri.

“Reshuffle ini masih ditunggu-tunggu oleh banyak masyarakat, dan memang semuanya menjadi ranah presiden, tapi tetap ditunggu perbaikan-perbaikan punggawa kabinet karena ada kaitannya dengan perbaikan ekonomi dan pelaksanaan supremasi hukum. Nah, hal-hal itu yang tampaknya akan menjadi topik perbincangan di 2026,” kata Hensa.

Meski begitu, Hensa melihat Prabowo perlahan mulai melakukan perbaikan terhadap kondisi negeri. Namun, ia tetap meminta pemerintah segera menjawab kegelisahan rakyat dengan program nyata yang langsung terasa manfaatnya.

“Saya percaya niat baik Pak Prabowo untuk memperbaiki Indonesia dan saya yakin bahwa beliau bisa. Hanya saja pertanyaan-pertanyaan di masyarakat harus bisa segera dijawab dan digelontorkan program-program yang memang langsung memiliki dampak,” pungkas Hensa.(*)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *