JAKARTA – Mantan Sekretaris Kementerian BUMN Muhammad Said Didu kembali menggegerkan publik dengan pernyataan kerasnya mengenai PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) di Sulawesi Tengah.
Dalam wawancara di kanal YouTube Hendri Satrio Official yang diunggah baru-baru ini, Said Didu menyebut kawasan industri nikel seluas ribuan hektare itu sebagai “pusat legalisasi perampokan negara yang dilindungi penguasa”.
“Morowali itu istilahnya pusat legalisasi perampokan negara yang dilindungi penguasa. Karena di situ ribuan triliun,” ujar Said Didu, Selasa (2/12/2025).
Ia menggambarkan IMIP sebagai kota mandiri lengkap dengan bandara dan pelabuhan laut berskala besar yang berada di dalam satu kawasan tertutup. Menurutnya, akses ke dalam kawasan tersebut sangat terbatas, bahkan bupati dan gubernur sulit masuk tanpa izin khusus.
“Saya sendiri lima kali masuk, dua kali lewat pintu belakang dengan mengganti penampilan. Terakhir Februari 2025 saya masuk lagi dengan cara saya sendiri,” katanya.
Said Didu menyoroti lima isu krusial yang menurutnya harus segera diaudit:
- Izin dan kepemilikan saham IMIP yang tidak transparan
- Fasilitas super istimewa berupa pembebasan pajak dan bebea cukai hingga 30 tahun, sementara BUMN seperti PT Vale Indonesia dan PT Antam tidak mendapat perlakuan serupa
- Status kawasan berikat yang membuat barang masuk IMIP seolah “sudah masuk wilayah Republik Rakyat Tiongkok” sehingga lepas dari pengawasan negara
- Penerimaan royalti negara yang minim karena IMIP hanya membayar royalti berdasarkan harga bijih mentah (ore), bukan produk olahan
- Bandara dan pelabuhan swasta dalam kawasan yang kini bahkan mendapat izin penerbangan internasional
“Tambang di sana tinggal 8–9 tahun lagi habis, tapi dikasih bebas pajak 30 tahun. Jadi negara tidak pernah dapat apa-apa. Betapa zalimnya pengambil kebijakan terhadap negaranya sendiri,” tegas Said Didu.
Ia juga menyinggung Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 38 Tahun 2025 yang sempat menetapkan tiga bandara swasta — milik IMIP, Weda Bay Nickel, dan RAPP (Riau Andalan Pulp and Paper) — sebagai bandara internasional untuk penerbangan langsung barang dan orang.
Meski keputusan untuk IMIP dan Weda Bay kemudian dicabut pada 13 Oktober 2025, Said Didu menilai langkah awal itu sangat berbahaya karena membuka peluang capital flight dan pengeluaran barang tanpa pengawasan ketat.
“Kalau bandara swasta bisa langsung terbang ke luar negeri, uang bisa keluar masuk seenaknya. Ini bukan soal logistik, tapi soal uang negara yang lenyap,” tandasnya.
Said Didu menyebut almarhum ekonom senior Faisal Basri pernah menghitung bahwa dari total keuntungan industri nikel di Morowali, hanya sekitar 5 persen yang tersisa di Indonesia.