Internasional

Presiden Madagaskar Bubarkan Pemerintahan Usai Protes Berdarah

  • October 1, 2025
  • 2 min read
Presiden Madagaskar Bubarkan Pemerintahan Usai Protes Berdarah Polisi Madagaskar melepaskan gas air mata ke arah demonstran (Foto: Zo Andrianjafy/Reuters)

JAKARTA – Presiden Madagaskar Andry Rajoelina mengumumkan pembubaran pemerintahan pada Senin (29/9). Keputusan tersebut dibuat sebagai respons atas gelombang protes mematikan yang mengguncang negara kepulauan itu sejak akhir pekan lalu.

Aksi unjuk rasa yang dipimpin oleh kaum muda tersebut telah menewaskan sedikitnya 22 orang dan melukai lebih dari 100 lainnya.

Dalam pidato yang disiarkan secara nasional melalui stasiun televisi pemerintah Televiziona Malagasy (TVM), Rajoelina menyampaikan permintaan maaf kepada rakyat atas ketidakmampuan sebagian pejabat pemerintah dalam menjalankan tugasnya, khususnya terkait krisis listrik dan pasokan air bersih.

“Kami mengakui dan meminta maaf jika anggota pemerintah tidak melaksanakan tugas yang diberikan kepada mereka,” ujarnya dari ibu kota Antananarivo.

Ia kemudian menegaskan bahwa dirinya memahami sepenuhnya kondisi sulit yang dialami masyarakat akibat krisis listrik dan air bersih.

“Saya memahami kemarahan, kesedihan, dan kesulitan yang disebabkan oleh pemadaman listrik dan masalah pasokan air,” lanjutnya.

Ia mengatakan keputusan untuk membubarkan kabinet bertujuan membuka ruang dialog dengan para pemuda yang menjadi penggerak utama demonstrasi.

Dia menegaskan mendengar aspirasi mereka dan berjanji akan menanggapinya secara serius.

“Saya mendengar seruan itu, saya merasakan penderitaannya; saya memahami dampaknya terhadap kehidupan sehari-hari,” ucapnya.

Tak hanya itu, Rajoelina juga berjanji akan memberikan bantuan bagi pelaku usaha yang terdampak aksi penjarahan selama protes berlangsung.

Terinspirasi Protes Global

Gelombang protes yang melanda Madagaskar disebut terinspirasi oleh gerakan pemuda “Gen-Z” yang lebih dulu mencuat di Kenya dan Nepal.

Aksi di Madagaskar menjadi yang terbesar dalam beberapa tahun terakhir dan menjadi ujian paling serius bagi pemerintahan Rajoelina sejak terpilih kembali pada 2023.

Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia menyebut bahwa korban jiwa dalam demonstrasi termasuk pengunjuk rasa dan warga sipil.

Mereka dilaporkan tewas akibat tindakan aparat keamanan maupun dalam kekerasan dan penjarahan lanjutan yang dilakukan oleh kelompok tak dikenal.

Namun, klaim tersebut dibantah oleh Kementerian Luar Negeri Madagaskar. Pemerintah menyatakan bahwa data yang disampaikan PBB tidak bersumber dari otoritas nasional yang kompeten dan dianggap berdasarkan “rumor serta misinformasi”.

Ketegangan Belum Reda

Situasi di lapangan hingga Senin sore masih belum sepenuhnya kondusif. Para demonstran kembali berkumpul di sebuah universitas dan berusaha bergerak menuju pusat kota.Aksi ini dibubarkan paksa oleh aparat dengan tembakan gas air mata.

Dengan pembubaran pemerintahan ini, Rajoelina dihadapkan pada tantangan berat untuk meredakan ketegangan, memulihkan stabilitas, dan memenuhi tuntutan rakyat yang semakin vokal, khususnya generasi muda yang merasa terpinggirkan dalam proses pembangunan.

Sumber: Antara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *