Opini

Prabowo Pidato di PBB, Jokowi Jadi Penasehat Bloomberg

  • September 23, 2025
  • 3 min read
Prabowo Pidato di PBB, Jokowi Jadi Penasehat Bloomberg Prabowo dan Jokowi saat di gedung MPR RI. (Foto: Antara)

Setelah 10 tahun Presiden RI tidak tampil di sidang Majelis Umum PBB, akhirnya Prabowo Subianto tampil. Prabowo meneruskan tradisi presiden RI lainnya kecuali Joko Widodo, yang selalu tampil di sidang Majelis Umum PBB.

Yang menarik, di waktu bersamaa, muncul kabar bahwa mantan Presiden RI Joko Widodo diangkat sebagai dewan penasehat Bloomberg New Economy, platform media yang digagas oleh pengusaha media dan mantan walikota New York, Micahel Bloomberg.

Tentu ini menarik karena kedua peristiwa ini hadir bersamaan. Tentu kita tahu bahwa pidato Prabowo di PBB sudah dijadwalkan jauh-jauh hari. Tapu soal pengangkatan Jokowi di Bloomberg ini mengejutkan publik. Bisa dilihat ini sebagai usaha dari Jokowi untuk menyamai visibilitas Prabowo di panggung internasional, yang Jokowi kurang bisa capai terutama karena tidak pernah pidato langsung di Majelis PBB.

Pidato Prabowo di PBB di lihat dan diframing sebagai kehadiran yang bersejarah dan langkah strategis untuk menunjukkan kehadiran Indonesia di kancah global, terutama dengan situasi global yang panas dengan perang di Timur Tengah dan Eropa Timur saat ini. Di sisi lain Jokowi juga melakukan hal yang sama, pengangkatannya sebagai dewan penasehat Bloomberg dilihat sebagai pengakuan dunia internasional oleh entitas non-state. Tentu muncul anggapan bahwa ada persaingan untuk membentuk frame positif di mata publik tanah air dan dunia internasional.

Pidato Prabowo memperlihatkan diplomasi tradisional, dengan wadah PBB yang merupakan lembaga lama pasca perang dunia kedua. Pasca pidato, Prabowo melakukan komunikasi dengan para pemimpin seperti Trump, Erdogan dan juga Emir Qatar. Jokowi memakai pendekatan dengan lembaga internasional, bukan lembaga negara, ini menunjukkan pendekatan soft-power.

Selama 10 tahun kepemimpinan, Jokowi memprioritaskan pembangunan domestik dan diplomasi ekonomi. Kehadirannya di forum-forum seperti G20, APEC, dan G7. Bahkan Indonesia menjadi tuan rumah gelaran G20 di bali yang menghabiskan dana tidak kurang dari 1 triliun rupiah. Ketidakhadiran Jokowi di PBB inilah yang diisi oleh Prabowo dan mendapat perhatian publik cukup besar.

Keberhasilan Prabowo berpidato di PBB (yang disambut aplaus peserta sidang) dipandang sebagai validasi atas kepemimpinannya dan kelanjutan dari tradisi diplomasi aktif yang sebelumnya kurang terlihat. Ini memberikan sinyal kuat kepada publik bahwa Indonesia di bawah kepemimpinan Prabowo siap untuk berperan lebih proaktif pada isu-isu global.

Tegasnya pidato Prabowo di PBB mengajak semua negara mendukung Palestina dan menciptakan perdamaian, bahkan dengan gebrak mejanya mendapatkan aplaus dari para hadirin. Bahkan Trump memberikan “apresiasi” pada gaya pidato Prabowo. Tak hanya itu, pidato Prabowo juga mendapatkan tanggapan dari PM ISrael Benjamin Netanyahu, yang menganggap kesiapan Prabowo mengakui Israel sebagai negara dengan syarat Israel mengakui Palestina sebagai sebuah peluang, meski bagi Netanyahu sulit mengakui Palestina sebagai negara.

Pidato Prabowo di PBB dan pengangkatan Jokowi sebagai penasehat Bloomberg tentu mendorong publik untuk menilai dan menimbang, siapa yang lebih berpengaruh di tanah air dan dunia internasional.

Tidak salah juga menilai bahwa dengan menjadi dewan penasihat, Jokowi justru memperlihatkan bahwa ia masih ingin berada di pusat perhatian, alih-alih memberikan panggung sepenuhnya kepada pemimpin baru. Hal ini bisa menjadi bumerang, mengikis citra dirinya sebagai negarawan yang telah selesai mengabdi dan kini fokus pada peran non-politik.

Melihat konteks ini secara keseluruhan, kita dapat menyimpulkan bahwa yang terjadi bukan sekadar persaingan, melainkan sebuah dinamika transisi kepemimpinan di mana pengaruh seorang tokoh dibangun dan ditransformasikan dari satu platform ke platform lainnya. Prabowo membangun pengaruhnya di panggung diplomasi tradisional, sementara Jokowi mencoba mempertahankan relevansinya di panggung diplomasi modern yang didorong oleh ekonomi dan teknologi. 

Ibnu Dwi Cahyo, Direktur Riset dan Komunikasi Lembaga Survei KedaiKOPI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *