GYEONGJU — Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto menyampaikan peringatan kepada para pemimpin ekonomi dunia mengenai bahaya “Serakahnomics” atau ekonomi berbasis keserakahan yang menghambat pertumbuhan sejati dan merusak keadilan.
Peringatan itu disampaikan dalam pidatonya pada Pertemuan Para Pemimpin Ekonomi APEC (APEC Economic Leaders’ Meeting/AELM) di Gyeongju, Korea Selatan, Jumat (31/10/2025) waktu setempat.
Forum tersebut dihadiri oleh kepala negara dan pemerintahan dari 21 ekonomi anggota APEC.
Prabowo menekankan bahwa dunia saat ini menghadapi ancaman ekonomi yang juga bersifat moral dan sosial, berupa keserakahan yang termanifestasi dalam korupsi, penyelundupan, penipuan, serta ekonomi gelap lintas negara.
“Kami di Indonesia sedang berjuang melawan korupsi, melawan penipuan, dan melawan greed economies — ekonomi serakah, yang menahan pertumbuhan sejati,” ujar Prabowo.
Prabowo menyatakan keprihatinan atas meningkatnya ketegangan global dan menurunnya kepercayaan antarnegara yang mengancam stabilitas ekonomi.
Namun, ia menegaskan bahwa kawasan Asia-Pasifik tidak boleh pasrah terhadap kondisi tersebut.
“Asia-Pasifik tidak boleh menerima perpecahan sebagai takdirnya. Kita harus bangkit di atas rasa curiga dan ketakutan, dan kita harus membangun kembali kepercayaan di antara kita dan dalam perekonomian global,” tegasnya.
Menurut Prabowo, APEC didirikan berdasarkan keyakinan bersama akan pentingnya pertumbuhan ekonomi inklusif dan kerja sama lintas batas yang adil.
Prinsip tersebut, katanya, harus tetap dipertahankan di tengah ketidakpastian global.
“APEC memiliki misi inti untuk memfasilitasi perdagangan bebas dan investasi melalui kerja sama multilateral yang berpihak pada rasa kebersamaan di seluruh kawasan. Keyakinan ini harus terus kita pertahankan. Kita tidak boleh membiarkan fragmentasi merusak stabilitas yang telah lama menopang pertumbuhan kita,” ujarnya.
Prabowo juga menegaskan komitmen Indonesia terhadap sistem perdagangan multilateral berbasis aturan dengan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) sebagai pusatnya.
“Indonesia berkomitmen pada sistem perdagangan multilateral berbasis aturan, dengan WTO sebagai pusatnya, agar semua pihak dapat bersaing di atas gelanggang yang setara,” kata Prabowo.
Ia menambahkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang mengesampingkan sebagian pihak hanya akan menciptakan ketimpangan dan potensi konflik.
“Pertumbuhan yang menyingkirkan adalah pertumbuhan yang memecah belah. Perpecahan menciptakan ketidakstabilan, dan ketidakstabilan tidak akan kondusif bagi perdamaian dan kemakmuran,” tegasnya.
Oleh sebab itu, Prabowo menekankan bahwa inklusivitas dan keberlanjutan harus menjadi pedoman bersama dalam pembangunan ekonomi global.
“Inklusivitas harus menjadi pedoman kita. Keberlanjutan juga harus selalu menjadi kompas bagi masa depan dunia yang aman,” katanya.
Ia juga mengingatkan bahwa negara-negara APEC wajib memastikan manfaat perdagangan dan investasi dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat.
“APEC harus memastikan bahwa manfaat perdagangan dan investasi menjangkau semua pihak, agar tidak ada satu pun ekonomi yang tertinggal,” ujarnya.
Ia menambahkan, kolaborasi publik-swasta di kawasan harus berorientasi pada kerja sama yang berpusat pada manusia, bukan hanya segelintir elite.
“Memberdayakan usaha kecil melalui akses digital dan finansial sangat penting untuk membantu mereka terintegrasi dalam rantai nilai global,” lanjutnya.
Prabowo mencontohkan bahwa di Indonesia, prinsip tersebut diwujudkan melalui program nasional yang memperkuat koperasi dan pelaku usaha kecil.
“Kami memberdayakan UMKM, membangun ribuan koperasi, dan memberi kesempatan kepada masyarakat untuk mengambil peran lebih besar dalam ekonomi,” jelas Presiden.
Dalam pidatonya, Prabowo juga memperingatkan tantangan lintas batas yang memerlukan solidaritas global.
“Kita menghadapi tantangan besar: korupsi, penyelundupan, penipuan, dan kita membutuhkan kerja sama di antara komunitas APEC karena penyelundupan antarnegara tidak akan menguntungkan ekonomi kita,” ujarnya.
Ia menyoroti bahaya narkotika sebagai ancaman terhadap stabilitas dan masa depan bangsa.
“Bahaya narkotika adalah ancaman bagi stabilitas dan masa depan kita. Ini sangat serius karena bersifat transnasional. Kita tidak dapat menghadapinya sendirian,” tegasnya.
Presiden menyerukan kerja sama multilateral untuk melawan kejahatan lintas negara seperti penyelundupan, pencucian uang, perdagangan manusia, dan narkoba yang merusak fondasi ekonomi dunia.
“Kita harus bekerja sama secara multilateral. Kita tidak bisa mengatasi bahaya ini sendirian,” katanya.