Potensi Bisnis Skincare: Dari Klinik ke Produk vs Dari Produk ke Klinik

JAKARTA – Industri kecantikan di Indonesia berkembang pesat dengan nilai penjualan menembus Rp31,9 triliun dari total Rp61,8 triliun di sektor Fast-Moving Consumer Goods (FMCG) di tahun 2024 (Compas Market Insight Dashboard, 2024). Lebih lanjut proyeksi pertumbuhan bisnis kecantikan akan naik 17% di tahun 2025 ini.
Temuan dari survei online yang diadakan oleh Lembaga Survei KedaiKOPI pada Agustus 2024 terhadap 2090 pengguna rutin skincare/make up menemukan bahwa 21,6% responden mempersepsikan produk kecantikan sebagai kebutuhan primer (yang mutlak dipenuhi) dan 49,2% menyatakan sebagai kebutuhan sekunder. Hal ini menegaskan pengeluaran untuk produk skincare dan make up menjadi pengeluaran rutin bagi masyarakat.
Selain rutin menggunakan produk kecantikan, dalam survei juga ditemukan sebanyak 47,4% responden menyatakan datang ke salon atau klinik. Hal ini menandakan bahwa potensi bisnis kecantikan bukan hanya datang dari rutinitas pemakaian produk skincare atau make up tetapi juga penyediaan jasa perawatan kecantikan. Bagaimana potensi dari kedua pendekatan ini?
Model Klinik ke Produk: Membangun Kepercayaan dari Konsultasi
Beberapa klinik kecantikan besar di Indonesia memulai perjalanan bisnisnya dari layanan langsung dengan dokter dermatologis, kemudian mengembangkan produk skincare sebagai kelanjutan dari layanan medis atau estetik. Salah satu klinik kecantikan “abal-abal” yang terkena kasus menawarkan produk yang tidak terdaftar dalam BPOM di akhir 2024 diperkirakan meraup omzet ratusan juta per hari.
Minat pengguna skincare juga tinggi dalam mencoba produk dari klinik kecantikan. Dari survei yang sama, 42,4% responden yang pernah datang ke klinik perawatan kecantikan menyatakan intensinya menggunakan produk dari salon atau klinik kecantikan yang rutin didatangi.
Keunggulan model ini adalah tingkat kepercayaan tinggi karena produk seringkali direkomendasikan langsung oleh dokter atau terapis yang memahami kondisi kulit konsumen. Model ini juga cocok untuk produk yang bersifat personalized atau kebutuhan khusus seperti jerawat hormonal, hiperpigmentasi, atau skin barrier rusak.
Walau memang kekurangannya, kehadiran klinik secara offline di suatu daerah menjadi suatu faktor pendorong yang signifikan. Namun dengan adanya online marketplace, akses di daerah yang belum ada klinik juga bisa teratasi. Selain itu klinik kecantikan juga wajib melakukan dan menjamin standarisasi keamanan produk yang sudah ditetapkan oleh BPOM.

Model Produk ke Klinik: Membangun Kedekatan dan Pengalaman
Berdasarkan survei Lembaga Survei KedaiKOPI, penggunaan produk non klinik juga masih mendominasi dengan brand tanpa klinik menjadi brand teratas yang banyak dipakai oleh responden. Meski begitu, intensi untuk mendatangi klinik kecantikan yang berasal dari produk skincare atau make up yang dipakai juga tinggi. Sebanyak 44,9% responden yang rutin menggunakan produk skincare atau make up menyatakan niatnya untuk mendatangi salon atau klinik dari brand produk yang mereka pakai saat ini.
Pembukaan klinik atau salon kecantikan ini bertujuan untuk membangun kedekatan dan pengalaman dengan pelanggan. Strategi ini memperluas customer touchpoint, dari hanya mencoba produk di rumah menjadi bisa merasakan layanan facial, treatment, hingga skin analysis di klinik.
Dengan membuka klinik, brand dapat memperkuat brand storytelling dan meningkatkan retensi konsumen, apalagi jika layanan konsultasi bersifat gratis atau terintegrasi dengan pembelian produk.
Pendekatan ini ada yang dilakukan secara permanen dengan membangun klinik atau salon kecantikan atau juga yang bersifat sementara misal membuka festival kecantikan yang di dalamnya diadakan konsultasi kecantikan gratis dalam periode tertentu.
Dua Jalur, Satu Tujuan – Loyalitas Konsumen
Baik memulai dari klinik lalu ke produk, maupun dari produk ke layanan klinik, keduanya menawarkan pendekatan yang saling melengkapi. Klinik memberikan trust dan konsultasi langsung yang diharapkan bisa meningkatkan pembelian produk. Sementara brand yang membuka layanan klinik kecantikan bisa memperkuat pengalaman konsumen dan diferensiasi produk.
(Penulis: Ashma Nur Afifah, Head Researcher Lembaga Survei KedaiKOPI)