PAN Sambut Positif Putusan MK Hapus Ambang Batas Pencalonan Presiden
JAKARTA – Wakil Ketua Umum PAN Eddy Soeparno menyambut positif Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.62/PUU-XXII/2024 yang menghapus ambang batas pencalonan presiden (Presidential Threshold)
Menurut Eddy, sejak awal PAN adalah partai yang konsisten mendukung penghapusan PT sesuai dengan UUD NRI 1945.
“Dalam UUD NRI 1945 jelas dan sangat clear bahwa Calon Presiden dan Wakil Presiden diusung oleh partai politik dan atau gabungan partai politik. Apa yang diputuskan MK sesungguhnya menegaskan apa yang termaktub dalam UUD NRI 1945,” jelas Eddy.
Bagi Eddy, PAN menyambut positif keputusan karena merupakan amanat reformasi yang selama ini konsisten diperjuangkan dalam berbagai agenda dan kebijakan politik.
Ia menjelaskan, sejak awal PAN memperjuangkan agar ruang demokrasi dibuka seluas-luasnya dengan memberikan kesempatan pada putra-putri terbaik bangsa sebagai Capres dan Cawapres.
“Sudah seharusnya pemilihan presiden menjadi ruang adu ide dan gagasan putra-putri terbaik bangsa yang diajukan melalui partai politik dan tidak dihalangi oleh ambang batas,” kata Eddy.
Wakil Ketua MPR RI ini menilai, rakyat memiliki kesempatan untuk memilih yang terbaik diantara kandidat-kandidat terbaik dengan semakin terbukanya kesempatan bagi putra-putri terbaik bangsa untuk maju dalam pilpres.
“Rakyat sebagai pemilih akan lebih selektif dalam memilih kandidat berbasis pada ide, gagasan dan visi misi yang disampaikan. Keputusan MK ini memberikan kedaulatan yang lebih luas untuk rakyat sebagai pemilih dalam memutuskan yang terbaik,” ujarnya.
Sebelumnya, MK memutuskan menghapus ambang batas atau presidential threshold minimal 20 persen kursi DPR atau memperoleh 25 persen suara sah nasional di pemilu sebelumnya, sebagai syarat pencalonan presiden dan wakil presiden di pilpres.
Alasannya, semua partai politik peserta pemilu memiliki kesempatan untuk mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden.
Putusan ini dibacakan Ketua MK Suhartoyo terkait perkara 62/PUU-XXI/2023, di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis, 2 Januari 2025. MK mengabulkan seluruhnya permohonan tersebut.
“Menyatakan norma Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” ujar Suhartoyo.