JAKARTA – Ketua MPR RI Ahmad Muzani menilai banjir dan tanah longsor yang melanda Sumatera Barat, Sumatera Utara, dan Aceh dalam beberapa waktu terakhir merupakan dampak dari kebijakan-kebijakan masa lalu yang merusak lingkungan.

“Kalau dilihat dari gambar-gambar, memang besar kemungkinan ada dampak dari kebijakan-kebijakan yang melakukan kerusakan terhadap lingkungan, sehingga akibatnya sampai sekarang kita rasakan,” ujar Muzani di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (1/12/2025).

Politisi senior Partai Gerindra itu menyebut bencana ini harus menjadi pelajaran berharga bagi pengambil kebijakan di bidang lingkungan. Meski demikian, ia menilai saat ini belum tepat untuk membahas evaluasi secara mendalam.

“Tapi saya harap bencana ini bisa menjadi pelajaran sangat penting bagi para pemangku dan pengambil kebijakan di bidang lingkungan agar ini segera ditangani,” jelasnya.

“Sehingga untuk jangka waktu ke depan ini bisa menjadi bahan evaluasi,” tambah Muzani.

Sementara itu, Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Dwi Januanto menegaskan bahwa kayu gelondongan yang terbawa arus banjir di Sumatera berasal dari berbagai sumber, termasuk pohon lapuk, pohon tumbang, material bawaan sungai, bekas tebangan legal, hingga dugaan penebangan liar.

Ia menyanggah anggapan bahwa pihaknya membantah peran illegal logging dalam bencana tersebut.

“Terkait pemberitaan yang berkembang, saya perlu menegaskan bahwa penjelasan kami tidak pernah dimaksudkan untuk menafikan kemungkinan adanya praktik ilegal di balik kayu-kayu yang terbawa banjir,” ungkap Dwi dalam keterangan resminya, Sabtu (29/11/2025).

“Melainkan untuk memperjelas sumber-sumber kayu yang sedang kami telusuri dan memastikan setiap unsur illegal logging tetap diproses sesuai ketentuan,” imbuhnya.

KLHK saat ini terus menelusuri dugaan pelanggaran dengan mekanisme multidoors, termasuk penelusuran alur dokumen, barang, dan dana, serta penerapan tindak pidana pencucian uang (TPPU) untuk menjerat beneficial owner di balik kejahatan kehutanan.

“Saat ini kejahatan kehutanan mulai dipoles dengan berbagai motif, salah satunya memanfaatkan skema pemegang hak atas tanah (PHAT),” kata Dwi.

“Karena itu, kami tidak hanya menindak penebangan liar di lapangan, tetapi juga menelusuri dokumen, alur barang, dan alur dana di belakangnya. Penegakan multidoors dengan TPPU akan diterapkan untuk menjerat beneficial owner atau penerima manfaat utama dari pemanfaatan kayu ilegal ini,” tuturnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *