“Montor Mabur, Njaluk Duite”
SEMARANG – Sebagai anak dusun, masa kecil saya begitu mudah terkagum-kagum. Misalnya saat diajak bapak ke Ambarawa selalu diminta untuk nggak tidur.
“Ngko ndelok montor mabur sing neng ngisor,” kata bapak.
Nah belakangan saya tahu montor mabur itu adalah bekas pesawat yg digunakan saat pertempuran Palagan Ambarawa dan sekarang ada di kompleks monumen palagan Ambarawa.
Pun ketika bermain layangan di sawah belakang rumah, di persawahan seberang rumah, jika ada pesawat terbang selalu direspon dengan keren.
“Montor mabur……njaluk duite!!!” teriakan ini menjadi ikonik di kalangan warga dusun seperti saya.
Ada juga ketika sebuah pesawat dengan suara menderu melintas, atau bahkan tak bersuara karena saking tingginya namun kami bisa melihat asapnya, maka kami akan bangga bercerita ke teman yang lain.
“Aku mau weruh jet. Iki jet-e beda. Koyo sing neng film. Kowe ndak ya weruh?”
Ucapan dengan penuh kebanggaan dan pamer ini terus bertahan. Bahkan ketika di antara kami banyak yang sudah sunat, tetap sombong jika melihat jet.
Waktu berjalan, kekaguman saya masih ada. Bahkan semakin bertambah ketika ada pesawat jet namun kita bisa “nebeng”. Ini bukan sembarang nebeng lho, ini nebeng tanpa si empunya ikut naik, kemudian tujuannya juga sesuai dengan tujuan si penebeng.
Ini jelas penemuan istilah yang luar biasa. Karena dalam kamus besar bahasa Indonesia, tertulisnya : ne·beng /nébéng/ v cak ikut serta (makan, naik kendaraan, dan sebagainya) dengan tidak usah membayar.
Ada syarat untuk disebut nebeng, yakni ikut serta. Nah namanya ikut serta tentu ada yang “diikuti”. Siapa dia kalau penumpangnya hanya si penebeng doang? Ya jelas pilotnya to. [][][]
Sumber FB Edhie Prayitno Ighe (Jurnalis Senior)