Nasional

MK Putuskan Pemilu Nasional dan Daerah Dipisah Mulai 2029

  • June 27, 2025
  • 4 min read
MK Putuskan Pemilu Nasional dan Daerah Dipisah Mulai 2029 Gedung Mahkamah Konstitusi. (Foto: Istimewa)

JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan untuk memisahkan pelaksanaan pemilihan umum (pemilu) nasional dan daerah mulai tahun 2029.

Pemilu nasional akan fokus pada pemilihan anggota DPR, DPD, serta presiden dan wakil presiden, sedangkan pemilihan anggota DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, dan kepala daerah (pilkada) akan digelar secara terpisah.

Keputusan ini tertuang dalam Putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).

Wakil Ketua MK Saldi Isra menjelaskan bahwa putusan ini mempertimbangkan ketiadaan revisi terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) sejak Putusan MK Nomor 55/PUU-XVII/2019.

MK juga mencatat bahwa DPR dan pemerintah tengah mempersiapkan reformasi undang-undang terkait pemilu.

“Dengan pendirian tersebut, penting bagi Mahkamah untuk menegaskan bahwa semua model penyelenggaraan pemilihan umum, jumlah gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota yang telah dilaksanakan selama ini tetap konstitusional,” ujar Saldi di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis (26/6/2025).

Waktu Pelaksanaan Pemilu

Saldi menambahkan, MK tidak menetapkan waktu pasti pelaksanaan pemilu nasional dan daerah. Namun, MK mengusulkan agar pilkada dan pemilihan DPRD digelar paling cepat dua tahun atau paling lama dua tahun enam bulan setelah pelantikan anggota DPR, DPD, serta presiden dan wakil presiden.

“Menurut Mahkamah, pemungutan suara dilaksanakan secara serentak untuk memilih anggota DPR, anggota DPD, Presiden/Wakil Presiden, dan setelahnya dalam waktu paling singkat 2 (dua) tahun atau paling lama 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan sejak pelantikan anggota DPR dan anggota DPD atau sejak pelantikan Presiden/Wakil Presiden dilaksanakan pemungutan suara secara serentak untuk memilih anggota DPRD dan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota,” ujar Saldi.

Isu Daerah Tenggelam

MK menilai bahwa pelaksanaan pemilu DPRD provinsi dan kabupaten/kota bersamaan dengan pemilu nasional menyebabkan isu daerah cenderung tenggelam.

Hal ini terjadi karena fokus partai politik, kontestan, dan pemilih lebih tertuju pada pemilihan presiden dan DPR.

“Masalah pembangunan di setiap provinsi dan kabupaten/kota harus tetap menjadi fokus dan tidak boleh dibiarkan tenggelam di tengah isu/masalah pembangunan di tingkat nasional yang ditawarkan oleh para kandidat yang tengah bersaing untuk mendapatkan posisi politik di tingkat pusat dalam pemilihan umum anggota DPR, anggota DPD, dan presiden/wakil presiden,” ujar Saldi.

Beban Pemilih

Dari sisi pemilih, pelaksanaan pemilu nasional dan daerah yang berdekatan berpotensi menyebabkan kejenuhan dan kurangnya fokus. Pemilih dihadapkan pada lima jenis kertas suara sekaligus, mulai dari presiden/wakil presiden, DPR, DPD, DPRD provinsi, hingga DPRD kabupaten/kota.

“Fokus pemilih terpecah pada pilihan calon yang terlampau banyak dan pada saat yang bersamaan waktu yang tersedia untuk mencoblos menjadi sangat terbatas. Kondisi ini, disadari atau tidak, bermuara pada menurunnya kualitas pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam pemilihan umum,” ujar Saldi.

Amar Putusan

MK menyatakan Pasal 167 ayat (3) UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat, sepanjang tidak dimaknai, “Pemungutan suara dilaksanakan secara serentak untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden/Wakil Presiden, dan setelahnya dalam waktu paling singkat 2 (dua) tahun atau paling lama 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan sejak pelantikan anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah atau sejak pelantikan Presiden/Wakil Presiden dilaksanakan pemungutan suara secara serentak untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota, dan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota pada hari libur atau hari yang diliburkan secara nasional”.

MK juga menyatakan Pasal 3 ayat (1) UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota bertentangan dengan UUD 1945, sepanjang tidak dimaknai, “Pemilihan dilaksanakan secara serentak di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota dan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota yang dilaksanakan dalam waktu paling singkat 2 (dua) tahun atau paling lama 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan sejak pelantikan anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah atau sejak pelantikan Presiden/Wakil Presiden,” ujar Ketua MK Suhartoyo.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *