Berita Ekonomi Nasional

Menteri Ara Batalkan Rencana Rumah Subsidi 18 Meter Persegi

  • July 11, 2025
  • 3 min read
Menteri Ara Batalkan Rencana Rumah Subsidi 18 Meter Persegi Ilustrasi rumah subsidi

Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait atau yang akrab disapa Ara resmi membatalkan rencana penurunan batas minimal luas rumah subsidi menjadi 18 meter persegi. Hal ini disampaikan langsung oleh Ara dalam Rapat Kerja Komisi V DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Kamis (10/7/2025).

Ara menyatakan permintaan maaf kepada masyarakat dan anggota DPR atas wacana yang sempat menuai pro dan kontra tersebut. Ia mengakui bahwa idenya memang berniat untuk membantu masyarakat, khususnya anak muda, agar tetap bisa memiliki rumah meski harga tanah semakin mahal. Namun, Ara menyadari bahwa kebijakan itu tidak tepat jika dipaksakan.

Ia menegaskan bahwa wacana penurunan luas rumah subsidi hanya berupa rancangan kebijakan, bukan keputusan final. Menurut Ara, pihaknya sengaja membuka wacana tersebut agar dapat melihat respons publik. Setelah menerima banyak kritik, ia pun memutuskan untuk mencabutnya.

Ara juga menyampaikan bahwa ide rumah subsidi ukuran 18 meter persegi muncul karena banyak generasi muda yang kesulitan membeli rumah di perkotaan. Dengan penyesuaian ukuran rumah, diharapkan harga jual dapat lebih terjangkau. Namun, masukan dari anggota Komisi V DPR dan masyarakat menunjukkan bahwa rumah sekecil itu dinilai tidak layak huni untuk kehidupan keluarga.

Dalam draft Keputusan Menteri PKP Nomor/KPTS/M/2025 disebutkan rencana penurunan luas bangunan rumah subsidi menjadi minimal 18 meter persegi, dengan luas lahan 25–30 meter persegi. Namun rencana ini urung dijadikan kebijakan resmi setelah mendapat banyak penolakan.

Sebagai gantinya, Ara memastikan bahwa kebijakan perumahan subsidi tetap mengacu pada aturan sebelumnya, yaitu Keputusan Menteri PUPR Nomor 689/KPTS/M/2023. Berdasarkan aturan tersebut, luas bangunan rumah subsidi tetap minimal 21 meter persegi dan maksimal 36 meter persegi, dengan luas lahan minimum 60 meter persegi dan maksimum 200 meter persegi.

Di wilayah Jabodetabek, rumah subsidi juga akan tetap mengacu pada tipe 21/60 yang selama ini digunakan. Ara menegaskan, kebijakan ini dinilai lebih realistis karena menyesuaikan harga tanah di perkotaan dan kebutuhan ruang bagi penghuni.

Pembatalan wacana ini pun mendapat respons positif dari kalangan pengembang. Ketua Umum Aliansi Pengembang Perumahan Nasional Jaya (Apernas Jaya), Andriliwan Muhamad, mengatakan bahwa rumah berukuran 18 meter persegi tidak layak untuk dihuni, terutama bagi keluarga berpenghasilan rendah. Ia menilai masyarakat sebaiknya diarahkan ke hunian vertikal seperti rumah susun agar tetap terjangkau dan layak huni.

Senada dengan itu, Ketua APERSI, Junaidi Abdillah, menilai bahwa meski bangunan kecil dapat diperluas secara vertikal, keterbatasan lahan sering kali membuat hal tersebut tidak praktis. Menurutnya, alternatif rusun dengan subsidi lahan bisa menjadi solusi yang lebih baik bagi masyarakat berpenghasilan rendah di perkotaan.

Dengan keputusan pembatalan ini, Ara berharap masyarakat bisa memahami bahwa pemerintah tetap berkomitmen menyediakan hunian yang layak dan terjangkau. Ia menegaskan akan terus mendengar masukan dari berbagai pihak untuk menyusun kebijakan perumahan rakyat yang lebih baik ke depannya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *