Menkeu Purbaya Tarik Rp 200 Triliun di BI Demi Ekonomi Berjalan, Langsung Direstui Prabowo
JAKARTA – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengumumkan langkah strategis untuk mengatasi perlambatan ekonomi dengan menyuntikkan likuiditas sebesar Rp 200 triliun ke dalam sistem perekonomian.
Kebijakan ini diungkapkan dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI pada Rabu (10/9/2025), dua hari setelah dilantik sebagai Bendahara Negara oleh Presiden Prabowo Subianto.
Purbaya menegaskan bahwa koordinasi kebijakan fiskal dan moneter akan diperbaiki untuk menjaga stabilitas ekonomi Indonesia. Menurutnya, pengelolaan likuiditas yang keliru selama ini telah menyebabkan kekeringan likuiditas di masyarakat, yang menghambat pertumbuhan ekonomi.
“Pada 2024, likuiditas perekonomian dibuat ketat oleh kebijakan suku bunga tinggi dan penarikan pajak yang ekspansif tanpa diimbangi belanja yang tepat waktu,” ujar Purbaya. “Yang saya enggak tahu Mei jatuh lagi, Juni, Juli, Agustus jatuh ke 0% jadi periode perlambatan ekonomi yang sempat 2024 gara-gara uang ketat tadi dipulihkan sedikit, tapi belum pulih penuh di rem lagi ekonominya, itu dari sisi fiskal dan moneter,” katanya dalam rapat tersebut.
Ia menambahkan, keterlambatan belanja APBN menyebabkan dana mengendap di bank sentral.
“Pemerintah karena terlambat membelanjakan anggaran, membelanjakan APBN nya, uangnya kan tetap di bank sentral, rajin narik pajak, enggak apa masuk ke bank sentral kalau dibelanjakan lagi, enggak apa, tapi kan enggak, kita santai-santai kering sistemnya, bank sentral kita juga sama,” tegasnya.
Purbaya mencatat, perlambatan ekonomi terjadi sejak 2023 hingga pertengahan 2024, yang sering disalahkan pada tekanan ekonomi global. Padahal, ia menegaskan, perekonomian Indonesia sebagian besar digerakkan oleh konsumsi domestik. Kesalahan serupa terulang pada 2025, dengan uang beredar turun hingga 0% pada Agustus, meskipun sempat tumbuh 7% pada April.
Untuk mengatasi masalah ini, Purbaya berencana menarik dana pemerintah, termasuk Saldo Anggaran Lebih (SAL) dan Sisa Lebih Pembayaran Anggaran (SiLPA) senilai Rp 425 triliun yang tersimpan di Bank Indonesia. Sebanyak Rp 200 triliun akan dialirkan kembali ke sistem perekonomian.
“Jadi tugas saya di sini adalah menghidupkan kedua mesin tadi, mesin moneter dan mesin fiskal. Nanti saya mohon restu dari parlemen untuk saya menjalankan tugas itu. Langkah pertama sudah kami jalankan. Saya sudah lapor ke presiden, Pak, saya akan taruh uang ke sistem perekonomian. Berapa? Saya sekarang punya Rp 425 triliun di BI cash. Besok saya taruh (ke sistem) Rp 200 triliun,” ujarnya.
Purbaya juga meminta Bank Indonesia tidak menyerap kembali dana tersebut agar likuiditas tetap terjaga.
“Kalau itu masuk ke sistem dan saya nanti sudah minta ke bank sentral jangan diserap uangnya. Biar aja kalian dengan menjalankan kebijakan moneter, kami dari sisi fiskal yang menjalankan sedikit. Tapi nanti mereka juga akan mendukung. Artinya ekonomi akan bisa hidup lagi,” katanya.
Ide Purbaya Disetujui Prabowo
Kebijakan ini telah mendapat restu dari Presiden Prabowo Subianto.
“Sudah, sudah setuju,” tegas Purbaya usai bertemu presiden di Istana.
Ia menjelaskan, dana tersebut bukan pinjaman ke perbankan, melainkan tambahan likuiditas untuk mendorong penyaluran kredit.
“Ini seperti anda naruh deposito di bank, kira-kira gitu kasarnya. Nanti penyalurannya terserah bank. Tapi kalau saya mau pakai, saya ambil,” ujarnya.
Namun, ia mengingatkan agar dana tersebut tidak digunakan untuk membeli Surat Berharga Negara (SBN) atau Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).
“Jadi uangnya betul-betul ada sistem perekonomian, sehingga ekonominya bisa jalan,” tegasnya.
Purbaya optimistis langkah ini tidak akan memicu inflasi, mengingat pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini masih di bawah potensi 6,5%.
“Kita masih jauh dari inflasi. Jadi kalau saya injek stimulus ke perekonomian, harusnya kalau ekonominya masih di 5%, masih jauh dari inflasi,” pungkasnya.