Menkeu: Defisit APBN 2025 Diperkirakan 2,78 Persen dari PDB

JAKARTA — Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyampaikan laporan menyeluruh kepada Presiden Prabowo Subianto dalam rapat internal di Istana Kepresidenan, Jakarta, pada 22 Juli 2025.
Rapat tersebut membahas tiga agenda utama terkait Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), yakni pelaksanaan APBN 2024, proyeksi defisit tahun 2025, serta penyusunan Rancangan APBN 2026.
Dalam laporannya, Sri Mulyani menjelaskan bahwa Kementerian Keuangan saat ini tengah berkoordinasi dengan DPR untuk mengevaluasi pelaksanaan APBN tahun 2024 dan menyusun laporan keuangannya.
“Kami melaporkan kepada Bapak Presiden pembahasan di DPR mengenai beberapa agenda penting yang menyangkut APBN,” kata Sri Mulyani.
Seperti diketahui, Kementerian Keuangan saat ini sedang membahas bersama DPR, terutama terkait rencana undang-undang mengenai pelaporan dan pelaksanaan APBN 2024 yang kini sedang dibahas dengan Badan Anggaran.
Ia menambahkan bahwa laporan tersebut diharapkan sejalan dengan hasil audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan mempertahankan status opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas laporan keuangan pemerintah pusat.
Selain membahas pelaksanaan anggaran 2024, Sri Mulyani juga memaparkan kepada Presiden mengenai perkembangan pembahasan RAPBN 2025, khususnya setelah keluarnya laporan semester.
“Yang kedua, saya juga melapor kepada Bapak Presiden mengenai pembahasan di DPR mengenai APBN 2025, terutama pembahasan sesudah laporan semester,” ujarnya.
“Dalam hal ini beberapa kemajuan dari beberapa program pemerintah dilihat secara seksama dan sesuai dengan pembahasan dengan DPR.” tambahnya.
Menurutnya, outlook fiskal 2025 menunjukkan potensi defisit yang cukup signifikan akibat perkembangan di sisi penerimaan dan pengeluaran negara.
“Kami menyampaikan bahwa tahun ini 2025 outlook dari APBN akan mencapai defisit 2,78 persen dari PDB,” jelasnya.
Arahan Presiden
Menanggapi laporan tersebut, Presiden Prabowo memberikan arahan strategis yang menekankan pentingnya reformasi fiskal secara menyeluruh, termasuk pada aspek penerimaan negara dan efisiensi belanja.
Selain menyoroti pengelolaan fiskal, Presiden Prabowo juga menegaskan pentingnya menciptakan pertumbuhan ekonomi yang tidak semata-mata bergantung pada intervensi APBN.
“Kemudian Bapak Presiden menekankan untuk berbagai langkah-langkah deregulasi sehingga perekonomian bisa tumbuh tidak selalu tergantung kepada APBN,” pungkasnya.