Mayoritas Masyarakat Dukung Royalti Langsung untuk Pencipta Lagu

JAKARTA – Lembaga Survei KedaiKOPI merilis hasil survei opini publik terkait hak cipta dan sistem pengelolaan royalti dalam industri musik Indonesia.
Survei yang dilakukan pada 27 Maret hingga 4 April 2025 ini menggunakan metode Computer Assisted Self Interview (CASI) dan melibatkan 1.065 responden dari berbagai wilayah di Indonesia.
Direktur Riset dan Komunikasi KedaiKOPI, Ibnu Dwi Cahyo, mengungkapkan bahwa survei ini mencerminkan aspirasi masyarakat akan sistem royalti yang lebih adil dan transparan.
Salah satu temuan utama adalah dukungan besar terhadap model direct licensing, yaitu pembayaran royalti langsung dari pengguna lagu kepada pencipta tanpa melibatkan lembaga perantara.
“Sebanyak 85,3% responden setuju dengan direct licensing karena sistem ini memberikan kontrol lebih besar kepada pemilik hak cipta salah satunya pencipta lagu atas hak ekonomi mereka,” kata Ibnu kepada wartawan, Selasa (9/4/2025).
Hasil survei juga menunjukkan bahwa 91% responden mendukung pencipta lagu mendapatkan royalti setiap kali karyanya digunakan untuk keperluan komersial.
Selain itu, 63,5% responden berpendapat bahwa penyanyi wajib meminta izin dan membayar royalti langsung kepada pencipta saat membawakan lagu di konser berbayar, bukan hanya melalui lembaga pengelola.
Meski demikian, ada pandangan yang beragam terkait mekanisme ideal. Sebanyak 43,4% responden masih menganggap bahwa pengelolaan royalti melalui satu lembaga tunggal, seperti Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), tetap ideal untuk menjaga keteraturan.
Terkait isu “perseteruan” antara Aliansi Komposer Seluruh Indonesia (AKSI) dan Vibrasi Suara Indonesia (VISI), survei mengungkap bahwa hanya 15,5% responden mendukung AKSI secara eksplisit, sementara 6,5% memilih VISI.
Namun, mayoritas (75,8%) justru berharap kedua entitas ini bekerja sama untuk mewujudkan sistem royalti yang lebih baik.
“Masyarakat juga menunjukkan tingkat kepercayaan yang cukup terhadap Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), dengan 62,7% menyatakan puas terhadap kinerjanya. Namun, masih ada masalah utama masih pada aspek transparansi pelaporan dan pendistribusian royalti, yang dianggap lemah oleh mayoritas responden,” tambah Ibnu.
Di sisi lain, survei ini juga mencatat dukungan kuat dari masyarakat terhadap keadilan hak kekayaan intelektual.
Sebanyak 80,1% responden menyatakan bersedia membayar lebih untuk tiket konser atau makanan di kafe jika royalti dibayarkan secara adil kepada pencipta lagu dan penyanyi.
Sumber informasi tentang royalti pun didominasi oleh media sosial, dengan 82,3% responden mengaku mengetahui isu ini dari platform seperti Instagram, Twitter/X, dan TikTok.
Disusul oleh berita daring (60,8%) dan media massa seperti TV, koran, serta radio (59,4%).
“Ini menegaskan pentingnya edukasi melalui kanal digital yang memiliki jangkauan luas dan cepat,” ujar Ibnu.
Berdasarkan temuan ini, KedaiKOPI mendorong pemerintah, pelaku industri musik, serta para pencipta dan penyanyi untuk bersama-sama merancang sistem royalti yang lebih adil, transparan, dan terstandar.
Langkah tersebut dapat dilakukan melalui revisi Undang-Undang Hak Cipta atau penguatan kelembagaan yang ada.
“Industri musik Indonesia punya potensi besar, tapi keadilan bagi pencipta dan penyanyi harus menjadi prioritas agar ekosistemnya semakin sehat,” tutup Ibnu.
Berikut merupakan akses link survei: https://kedaikopi.co/flipbook/survei-opini-publik-tentang-hak-cipta-dan-manajemen-royalti-pada-musik-dan-lagu/