Mahfud MD Kritik Vonis Tom Lembong: Tidak Ada Mens Rea, Keputusan Hakim Tidak Tepat

JAKARTA – Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, berpendapat bahwa vonis terhadap mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong tidak tepat.
Dalam wawancara eksklusif dengan Analis Komunikasi Politik Hendri Satrio (Hensa), Mahfud berpandangannya bahwa keputusan hakim dalam kasus Tom Lembong tersebut keliru karena tidak memenuhi unsur mens rea atau niat jahat, yang merupakan syarat mutlak dalam tindak pidana korupsi yaitu actus reus (perbuatan melawan hukum) dan mens rea (niat jahat).
“Unsur korupsinya ada meskipun dia enggak nerima uang. Karena korupsi itu memperkaya orang lain, memperkaya korporasi, dan sudah dihitung,” jelas Mahfud dalam YouTube Hendri Satrio Official.
Namun, ia menegaskan bahwa dalam persidangan, tidak ada bukti mens rea.
“Dia merasa pada waktu itu memang disuruh oleh Presiden. Enggak ada niat. Dan buktinya dia tidak dapat apapun,” tambahnya.
Mahfud juga menyoroti adanya arahan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) kepada Tom Lembong dan kehadiran sosok mantan Menteri BUMN Rini Soemarno terkait kebijakan impor gula, yang menjadi inti kasus ini,
“Dia dapat arahan dari Pak Jokowi. Dan waktu Pak Jokowi mengarahkan, ada Bu Rini katanya. Nah, Bu Rini-nya enggak mau datang,” ungkap Mahfud.
Menurutnya, absennya saksi kunci ini memperkuat argumen bahwa tidak ada niat jahat dari Tom Lembong. Selain itu, Mahfud menilai vonis tersebut bisa dibatalkan melalui proses banding.
“Vonisnya itu menurut saya tidak tepat dan bisa segera naik banding. Karena enggak ada mens rea,” tegasnya.
Ia bahkan menyatakan bahwa jika dirinya menjadi hakim, ia akan mengabulkan banding tersebut.
“Kalau saya hakimnya, dikabulkan. Karena mens reanya tidak ada, bukan apa-apa. Kan orang bisa sembarangan loh kalau tidak ada mens rea,” ujarnya dengan nada prihatin.
Mahfud juga memperingatkan dampak buruk dari vonis semacam ini terhadap pejabat publik di masa depan. Menurutnya, jika keputusan pejabat dianggap sebagai tindak pidana korupsi tanpa adanya mens rea, hal ini bisa menciptakan preseden berbahaya.
“Dan itu jadi bahaya kalau keputusan pejabat dianggap korupsi tetapi tanpa mens rea,” katanya.
Menyinggung desas-desus di masyarakat bahwa vonis ini menunjukkan pengaruh kuat Jokowi, Mahfud memilih fokus pada aspek yuridis.
“Terkait desas-desus obrolan itu, itu politiknya mungkin saja ya. Tapi kalau saya, yuridisnya saja. Yuridisnya itu tidak terbukti ada mens reanya sama sekali,” tegasnya.
Ia juga mengkritik hakim yang menurutnya tidak menguasai perkara secara mendalam, bahkan menyebutkan bahwa hakim sempat mengaitkan tindakan Tom dengan kapitalisme tanpa pemahaman yang jelas.
“Kayaknya masa dibilang memberatkan dia karena tindakannya merupakan langkah yang bersifat kapitalisme. Ngerti enggak dia kapitalisme?” sindir Mahfud.
Mahfud optimistis bahwa Tom Lembong akan mengajukan banding. Ia menegaskan bahwa langkah hukum lanjutan perlu diambil untuk membuktikan ketidakadilan vonis tersebut.
“Harus banding. Kalau dibanding, kasasi lagi,” ujarnya.