Mahfud MD Duga Dorongan Prabowo Buat Kejaksaan Agung Berani Tindak Riza Chalid

JAKARTA – Mantan Menko Polhukam Mahfud MD menduga bahwa keberanian Kejaksaan Agung untuk menindak pengusaha Riza Chalid tidak lepas dari dorongan Presiden Prabowo Subianto.
Menurutnya, kebijakan ini mencerminkan upaya untuk memberikan keleluasaan kepada kejaksaan dalam menangani kasus-kasus korupsi yang sebelumnya sulit disentuh.
Dalam wawancara dengan Analis Komunikasi Politik Hendri Satrio (Hensa), Mahfud menyatakan bahwa kejaksaan selama ini kerap menghadapi hambatan ketika akan menindak tokoh-tokoh tertentu.
“Kalau saya menduga ya, itu karena sudah diizinkan oleh Prabowo. Jadi prakondisi yang menimpa kejaksaan, karena kejaksaan ini selalu terhambat ketika mau menindak orang-orang tertentu. Sehingga merasa kejaksaan ini tidak leluasa,” ujarnya dalam YouTube Hendri Satrio Official.
Mahfud menyoroti kebijakan pengamanan jaksa yang kini melibatkan TNI melalui Peraturan Presiden (Perpres), yang menurutnya melanggar kebijakan umum.
“Bahwa keamanan, pengamanan terhadap jaksa dan keluarganya itu kan polisi. Lalu oleh Pak Prabowo diberi TNI yang mengamankan. Alasannya tidak masuk akal. Karena di kejaksaan ada TNI. Padahal sejak dulu sudah ada TNI,” ungkapnya.
Ia menjelaskan bahwa berdasarkan undang-undang kejaksaan, pengamanan jaksa seharusnya dilakukan oleh polisi, dan TNI hanya boleh dilibatkan atas permintaan polisi jika dianggap tidak mampu.
“Tapi ini langsung antar kejaksaan dan TNI. Dan TNI kan tidak boleh (langsung menjaga kejaksaan). Tapi lalu ditempuh kebijakan dengan sebuah perpres, boleh,” tambah Mahfud.
Menurut Mahfud, kebijakan ini merupakan sinyal dari Prabowo agar kejaksaan tidak takut menindak pelaku korupsi, termasuk dalam kasus dugaan korupsi PT Pertamina yang melibatkan Riza Chalid.
“Seperti halnya yang sudah ditatakan, kejaksaan jangan takut. Sikat koruptor,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa kasus Riza Chalid sebelumnya selalu gagal ditangani di bawah beberapa pimpinan kejaksaan.
“Jadi dia pasti Riza Chalid ini sudah melewati beberapa pimpinan. Selalu gagal. Nah, sekarang di mana kuncinya? Ketemu oleh Pak Prabowo. Tidak ada yang berani. Nah, karena tidak ada yang berani, lalu dibuatlah. Jaksa itu disuntik untuk berani,” tegas Mahfud.
Namun, Mahfud mengingatkan agar masyarakat tidak terlalu banyak berspekulasi tentang motif politik di balik kebijakan ini.
“Prabowo itu pikirannya gini, tidak mau seakan-akan dia didikte masyarakat sipil. Jadi kalau punya agenda, kita tidak usah mengarahkan ke situ saja. Biar Pak Prabowo berpikir sendiri lalu dilakukan,” katanya.
Ia menegaskan bahwa keberanian kejaksaan ini adalah gejala hukum yang menunjukkan perubahan sikap setelah adanya dukungan politik dari pemerintah.
“Meskipun tidak pasti sih, namanya gejala hukumnya akan seperti itu. Sebelum ada ini, tidak berani. Sesudah ini, kok berani,” ujarnya.
Mahfud juga membandingkan sikap Prabowo dengan pemimpin sebelumnya, seperti Jokowi, yang juga tidak ingin dianggap didikte oleh masyarakat.
“Banyak juga sih yang sejalan. Banyak kan kebijakan. Masyarakat tidak senang. Tapi kalau terlalu di sesuatu yang agak sensitif, seakan-akan kita dorong-dorong Pak Prabowo, jangan saja. Bagus saja kebijakannya. Tapi ini kritiknya. Dia cari jalan sendiri, jangan kita,” pungkasnya.