Kubu Husnan Bey Desak Muktamar PPP Diulang
JAKARTA – Muktamar X Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang berlangsung akhir pekan lalu diwarnai kekisruhan. Dua calon ketua umum, Mardiono dan Agus Suparmanto, saling mengklaim sebagai ketua umum terpilih secara aklamasi. Situasi ini memicu dualisme kepemimpinan dan memperparah konflik internal di partai berlambang Ka’bah tersebut.
Husnan Bey Fananie, salah satu calon Ketua Umum PPP, menyampaikan keprihatinannya atas situasi yang terjadi. Menurutnya, konflik ini menunjukkan penyimpangan PPP dari Khittah Fusi 1973 yang menjadi dasar pembentukan partai.
Husnan, yang juga Ketua Umum Parmusi, merupakan bagian dari Eksponen Fusi 1973, yakni gabungan organisasi masyarakat seperti Nahdlatul Ulama (NU), Persaudaraan Muslim Indonesia (Parmusi), Serikat Islam (SI), dan Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti).
“Kondisi saat ini dengan penuh keprihatinan, menyesalkan, dan sangat mengecewakan. Kami melihat bahwa PPP hari ini menghadapi krisis identitas dan kepemimpinan,” ujar Husnan saat konferensi pers di Jakarta Selatan, Selasa (30/9/2025).
Husnan menyerukan agar PPP kembali pada semangat fusi empat kekuatan Islam yang bergabung pada 5 Januari 1973 untuk membentuk wadah perjuangan politik Islam.
“PPP ini bukan milik segelintir elite, bukan pula warisan yang diperebutkan kelompok tertentu. PPP adalah amanah sejarah dari umat,” tegas Husnan, yang juga mantan Duta Besar Indonesia untuk Azerbaijan.
Husnan menyatakan penolakan terhadap hasil Muktamar X PPP yang dianggap tidak sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) partai. Bersama eksponen Fusi 1973, ia mendesak digelarnya muktamar ulang sebelum akhir 2025 sebagai langkah rekonsiliasi dan penataan ulang partai.
“Kami bersama fusi di PPP menyatakan tidak mensahkan atau menolak muktamar yang dilakukan secara tidak benar, tidak sesuai dengan AD/ART. Kami akan minta kepada semuanya untuk melakukan muktamar ulang sebelum akhir tahun 2025,” kata Husnan.
Selain itu, Husnan meminta pemerintah, khususnya Presiden Prabowo Subianto, untuk memberikan saran dan solusi atas konflik internal PPP. Ia menilai Presiden, sebagai kepala negara, memiliki peran penting dalam membina kehidupan politik nasional.
“Pemerintah, dalam hal ini Presiden Prabowo Subianto, selaku kepala negara, diharapkan memberikan saran sebagai solusi terbaik dalam konflik internal partai yang melegenda ini. PPP adalah partai yang didirikan oleh para pemimpin bangsa dan ikut menjaga Indonesia sejak awal,” ujarnya.