Kontroversi Narasi Trans7, UAS Beri Respons Elegan Lewat Puisi
Sebuah program televisi yang ditayangkan oleh Trans7, berjudul “Xpose Uncensored”, memicu polemik luas di masyarakat setelah dianggap melecehkan tradisi dan martabat kiai serta lingkungan pesantren. Menanggapi gelombang kecaman yang datang dari berbagai pihak, termasuk laporan resmi ke polisi oleh PBNU dan pernyataan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Ustaz Abdul Somad (UAS) turut memberikan respons, namun dengan cara yang khas: melalui puisi.
Dai yang memiliki jutaan pengikut di media sosial tersebut memilih jalur reflektif dan bernada kritis dengan mengunggah sebuah puisi berjudul “Mazhab Cinta”. Puisi tersebut bertujuan untuk menyindir pihak-pihak di luar ranah pesantren yang seringkali gagal dalam memahami ikatan batin dan spiritualitas antara santri dan kiai, serta tradisi yang melingkupinya.
Menurut UAS, tradisi pesantren bukan sekadar rutinitas keagamaan, melainkan pondasi dari ikatan batin dan cinta yang mendalam antara murid dan guru. Ia menegaskan bahwa orang luar sulit melogikakan bentuk cinta para santri, misalnya, tradisi “Ngasi Mercy” (memberikan hadiah mewah) kepada kiai. UAS menyamakan kesulitan memahami relasi ini dengan kisah klasik Qais dan Laila, di mana hanya mereka yang pernah jatuh cinta yang dapat memahami kegilaan tersebut.
Dalam puisinya, UAS juga menyelipkan kritik sosial yang halus namun tajam terhadap dunia industri media. Ia secara spesifik menyentil karyawan TV yang sibuk dengan hirarki dan tekanan untuk memburu rating, yang pada akhirnya membuat nilai-nilai moral mudah diabaikan. Ia menggambarkan lingkungan kerja media yang penuh tekanan (“Ditekan sana sini,” “Sibuk dengan hirarki”) sebagai alasan mengapa mereka gagal memahami nilai spiritual pesantren.
Puisi yang dipublikasikan di akun media sosial pribadi UAS tersebut langsung menuai respons positif dan luas dari warganet. Ribuan komentar membanjiri unggahan tersebut, terutama dari alumni pesantren dan tokoh ormas Islam. Banyak pihak menilai puisi UAS sebagai pembelaan yang elegan dan beradab terhadap martabat pesantren di tengah derasnya stigma negatif dari tayangan tersebut.
Respons UAS ini hadir di tengah berlanjutnya gelombang protes terhadap stasiun televisi Trans7. PBNU sebelumnya telah mengambil langkah tegas dengan melaporkan pihak stasiun televisi ke kepolisian dan mengadukannya ke Dewan Pers pada hari yang sama. Sejumlah ormas Islam dan komunitas santri masih menuntut klarifikasi dan permintaan maaf terbuka dari Trans7 terkait tayangan yang dianggap merendahkan kiai.
UAS menutup puisinya dengan menegaskan kembali relasi spiritual antara guru dan murid sebagai inti dari pendidikan pesantren. Ia juga menyertakan fotonya bersama Pengasuh Pondok Pesantren Lirboyo Kediri, KH Kafabihi Mahrus, seakan ingin memberikan pesan kuat bahwa pesantren adalah rumah cinta dan adab yang tidak bisa dinilai sembarangan berdasarkan logika materialistis semata.