Berita Internasional

Kontroversi DeepSeek: Tuduhan Plagiarisme dan Keamanan Data

  • January 30, 2025
  • 3 min read
Kontroversi DeepSeek: Tuduhan Plagiarisme dan Keamanan Data

DeepSeek, sebuah chatbot kecerdasan buatan (AI) yang dikembangkan oleh perusahaan rintisan asal Tiongkok, telah menjadi sorotan di Amerika Serikat. Sejak peluncurannya pada 15 Januari 2025, aplikasi ini telah diunduh lebih dari 2 juta kali. Namun, popularitasnya diiringi dengan kekhawatiran terkait keamanan data dan dugaan plagiarisme.

Salah satu kekhawatiran utama adalah bahwa DeepSeek mengumpulkan dan menyimpan data pengguna AS di server yang berlokasi di Tiongkok. Situasi ini menimbulkan kekhawatiran serupa dengan yang dihadapi oleh TikTok sebelumnya, di mana data pengguna AS berpotensi diakses oleh pemerintah Tiongkok. Beberapa ahli keamanan siber menyoroti risiko signifikan terkait praktik ini.

Selain masalah keamanan data, DeepSeek juga dituduh meniru teknologi dari ChatGPT, chatbot AI populer yang dikembangkan oleh OpenAI. David Sacks, penasihat AI untuk Presiden Donald Trump, menyatakan kecurigaannya bahwa DeepSeek mungkin telah menyalin teknologi dari ChatGPT. Meskipun demikian, belum ada bukti konkret yang dipublikasikan untuk mendukung klaim ini.

Menanggapi tuduhan tersebut, perwakilan DeepSeek membantah telah melakukan plagiarisme. Mereka menegaskan bahwa teknologi yang digunakan dalam chatbot mereka dikembangkan secara independen dan tidak melanggar hak kekayaan intelektual pihak lain. Namun, perdebatan mengenai originalitas teknologi ini masih berlangsung di kalangan komunitas AI.

Di sisi lain, OpenAI, pengembang ChatGPT, telah menghadapi kritik serupa terkait penggunaan data tanpa izin. Pada Desember 2023, The New York Times menggugat OpenAI dan Microsoft atas dugaan pelanggaran hak cipta, dengan alasan bahwa produk mereka dapat mereproduksi artikel tanpa izin. Situasi ini menyoroti kompleksitas masalah hak cipta dalam pengembangan AI.

Terlepas dari kontroversi yang ada, DeepSeek berhasil menarik perhatian pasar teknologi global. Dengan pendekatan open-source, DeepSeek memungkinkan siapa saja untuk memodifikasi perangkat lunaknya secara gratis. Pendekatan ini berbeda dengan model bisnis ChatGPT dan telah memicu diskusi tentang masa depan pengembangan AI.

Namun, DeepSeek juga menghadapi tantangan terkait sensor. Beberapa pengguna melaporkan bahwa chatbot ini menghindari topik-topik sensitif yang berkaitan dengan pemerintah Tiongkok. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang kebebasan informasi dan potensi sensor dalam teknologi AI yang dikembangkan di bawah rezim otoriter.

Dampak kehadiran DeepSeek juga dirasakan di pasar saham. Perusahaan teknologi besar di AS mengalami penurunan nilai saham setelah peluncuran DeepSeek. Misalnya, Nvidia, yang sebelumnya diuntungkan oleh tren AI, mengalami penurunan saham sebesar 17,5%, mengakibatkan kerugian nilai pasar sebesar $600 miliar.

Perkembangan ini menyoroti persaingan yang semakin ketat antara perusahaan teknologi AS dan Tiongkok dalam bidang AI. Dengan munculnya pemain baru seperti DeepSeek, lanskap industri AI global diperkirakan akan mengalami perubahan signifikan dalam beberapa tahun ke depan.

Para ahli menekankan pentingnya kerjasama internasional dan regulasi yang tepat untuk memastikan bahwa inovasi dalam bidang AI tidak mengorbankan privasi pengguna atau melanggar hak kekayaan intelektual. Diskusi mengenai etika dan regulasi AI menjadi semakin relevan seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi ini.

Sementara itu, pengguna disarankan untuk lebih berhati-hati dalam menggunakan aplikasi AI baru dan memastikan bahwa mereka memahami kebijakan privasi serta potensi risiko yang terkait. Kesadaran dan edukasi publik tentang penggunaan teknologi AI menjadi kunci dalam menghadapi tantangan di era digital ini.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *