Jakarta – Komisi VII DPR RI menyampaikan adanya indikasi praktik monopoli dalam sektor perfilman, mulai dari produksi, impor film, hingga pengelolaan bioskop, dalam rapat kerja bersama Menteri Ekonomi Kreatif Teuku Riefky Harsya di kompleks parlemen, Jakarta, pada Kamis.
Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Lamhot Sinaga, menyoroti bahwa terdapat pihak yang secara bersamaan mengelola rumah produksi film (production house/PH), bertindak sebagai importir film, serta memiliki jaringan bioskop. Kondisi ini, menurutnya, merugikan kesehatan industri perfilman nasional.
“Kalau kemudian dia punya bioskop, dia importir, dia PH, tentu berarti orang tersebut akan memprioritaskan film-filmnya masuk ke layar lebar,” kata Lamhot saat memimpin rapat tersebut.
Meskipun belum secara mendalam mengkaji ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2009 tentang Perfilman, Lamhot menilai praktik monopoli tersebut menyulitkan rumah produksi lain untuk menayangkan karya mereka di bioskop, walaupun memiliki kualitas yang baik.
Dari aspek ekonomi, perputaran dana di industri perfilman mencapai Rp3,2 triliun, dengan tren peningkatan sejak berakhirnya pandemi COVID-19. Namun, kenaikan ini tidak diikuti dengan distribusi yang merata, karena dikuasai oleh segelintir pelaku bisnis saja.
Lebih lanjut, data yang diungkapkan menunjukkan bahwa 60 persen film nasional hanya diputar di bioskop-bioskop besar, sehingga tidak merata di seluruh wilayah. Selain itu, 60 persen produksi film nasional tersebut berasal dari rumah produksi tertentu saja.
“Hanya dari 2, nggak sampai 3 PH lah, kenapa? Itu yang tadi disampaikan Pak Menteri ada kesulitan mengakses untuk masuk kepada layar lebar,” katanya.
Komisi VII DPR RI mengharapkan perputaran ekonomi besar di sektor perfilman dapat didistribusikan secara merata tanpa adanya monopoli, sejalan dengan visi pemerintahan saat ini. Untuk itu, ekosistem perfilman perlu diatur agar menjadi penyokong pertumbuhan ekonomi nasional.
“Saya kira itu tujuan Presiden Prabowo membuat Kementerian Ekonomi Kreatif dalam satu kementerian tersendiri, ingin menjadikan ekonomi kreatif menjadi instrumen untuk menopang APBN kita,” katanya.