Kisah Tumina: Jaga Warung, Hidup Sehat dan Bebas Utang
JAKARTA – Di sebuah warung kecil di Jalan Tebet Timur Dalam 3, Jakarta Selatan, Tumina terus mencari penghasilan demi bertahan hidup.
Wanita berusia 74 tahun ini tetap gigih berjualan untuk bertahan hidup di tengah gempuran lingkungan yang semakin berkembang pesat. Ia berjualan hanya bermodalkan warung kelontong kecil berukuran 2×4 meter.
Tak jauh dari tempat Tumina, terdapat sebuah waralaba minimarket dan sebuah toko kelontong yang lebih besar. Namun ia tidak patah arang. Tumina tetap bertahan dan memilih menjalaninya demi kehidupan sehari-hari.
Berjualan Sendiri Sejak 2013
Tumina adalah seorang pedagang kecil yang telah menetap di Jakarta sejak tahun 1985. Datang dari Boyolali, ia memulai bekerja di Jakarta sebagai asisten rumah tangga.
“Aku jadi pembantu (asisten rumah tangga) dulu, kerja mati-matian dulu, baru usaha sama suami,” kata Tumina ditemui di warungnya, Minggu (12/1/2025).
Setelah merasa selesai menjadi asisten rumah tangga, Tumina akhirnya memberanikan diri membuka usaha warung kaki lima di Tebet Timur Dalam bersama sang suami.
Meski begitu, Tumina harus berjuang sendiri sejak tahun 2013 dikarenakan suaminya meninggal pada tahun itu.
Baca: Cerita Udin, Penjaga Keselamatan yang Terabaikan di Jakarta
“Suami saya meninggal pada tahun 2013, dan sejak itu saya berjuang sendiri,” ujarnya.
Meskipun menghadapi banyak kesulitan, Ibu Tumina tetap optimis dan bersyukur atas apa yang dimilikinya. Ia pun tidak pernah mempermasalahkan adanya minimarket atau toko kelontong yang lebih besar dari miliknya.
“Itu ada Madura (toko kelontong), ada Alfamart (minimarket), itu kan saingan namanya, sekarang ya alhamdulillah mas kita terima apa adanya aja, yang penting sehat kita,” kata Tumina.
Hanya Dapat Rp 20 Ribu Sehari
Tumina menjelaskan bahwa penghasilannya dari berdagang di warung kecilnya bervariasi.
Ia mengatakan, saat belum ada minimarket atau toko kelontong yang lebih besar di dekat warungnya, ia bisa meraup keuntungan hingga Rp 500.000 per hari.
“Sekarang, dengan banyaknya saingan seperti minimarket dan toko kelontong Madura, penghasilan saya paling tinggi hanya Rp 350.000 per hari,” katanya.
Ia menambahkan bahwa dari jumlah tersebut, keuntungan yang didapatkan setelah dikurangi biaya belanja sangat kecil, berkisar antara Rp 20.000 hingga Rp 30.000.
“Kalau keuntungan Rp 350.000 per hari, paling saya cuma mendapatkan Rp 25.000 sampai Rp 30.000 per hari, enggak bisa mengira-ngira sih saya juga,” kata Tumina.
Harapan Sang Penjaga Warung
Tumina juga berbicara tentang harapannya untuk masa depan. Ia mengatakan, hidup sehat tanpa utang menjadi tujuan hidupnya saat ini.
“Saya tidak punya harapan besar, yang penting saya sehat dan tidak memiliki utang,” ungkapnya.
Ia menekankan pentingnya hidup sederhana dan jujur, serta tidak pernah berutang kepada bank atau orang lain.
“Saya hanya berharap bisa menjalani hidup dengan baik dan sehat,” ujarnya.
Ia juga menambahkan bahwa ia tidak memiliki harapan khusus untuk pemerintah, melainkan lebih fokus pada kehidupannya sehari-hari.
Ibu Tumina, yang kini tinggal sendiri setelah anak-anaknya mandiri, mengungkapkan bahwa ia merasa cukup dengan kehidupannya saat ini.
“Saya tidak pernah meminta lebih, yang penting saya bisa bekerja dan sehat,” tutupnya dengan senyuman.