Ketua Komisi II DPR Dorong MK Diskualifikasi Paslon Pelaku Pelanggaran Pemilu

JAKARTA – Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda, mendesak Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mendiskualifikasi pasangan calon (paslon) yang terbukti melakukan pelanggaran dalam sidang gugatan perselisihan hasil pemilihan kepala daerah (PHPKADA).
Pernyataan ini disampaikan menyusul tujuh gugatan PHPKADA pasca-pemungutan suara ulang (PSU).
“Kalau Mahkamah Konstitusi menemukan adanya pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif, saya memohon juga kepada Mahkamah untuk memberikan putusan, misalnya, mendiskualifikasi calon itu,” kata Rifqinizamy di Kompleks MPR/DPR RI, Senin (21/4/2025).
Rifqinizamy menegaskan, diskualifikasi terhadap paslon pelaku pelanggaran akan memungkinkan MK untuk segera melantik kandidat lain yang tidak bersalah.
“Memutuskan calon dengan perolehan setelah itu, untuk kemudian ditetapkan sebagai kepala daerah dan wakil kepala daerah atas dasar pertimbangan anggaran dan kepastian hukum atas pemerintahan tadi,” ujarnya.
Ia juga menyoroti besarnya biaya pelaksanaan PSU, yang diperkirakan mencapai Rp20 miliar untuk daerah dengan 200 ribu pemilih.
“Di kabupaten/kota dengan pemilih yang kurang dari 200 ribu saja, itu butuh biaya plus minus Rp20 miliar. Kalau sampai pemilihnya 400 ribu, berarti Rp40 miliar. Di tengah anggaran kabupaten/kota dan provinsi yang terbatas, kami tidak menginginkan PSU,” jelasnya.
Selain beban anggaran yang ditanggung APBD, Rifqinizamy juga menyoroti dampak PSU terhadap masa jabatan kepala daerah.
Ia menyebut, kepala daerah yang menjalani dua kali PSU berisiko hanya menjabat selama 4,5 tahun, lebih pendek dari periode normal 5 tahun.
“Kita dulu pernah punya praktek itu. Kenapa? Satu, kita tidak akan mendapatkan kepala daerah yang definitif. Periodisasi kepala daerahnya tidak 5 tahun. Yang PSU ini saja mungkin hanya 4,5 tahun,” tandasnya.