Kala DPR Sebut Ahok “Bacot” dan “Pahlawan Kesiangan” di Kasus Korupsi Pertamina

JAKARTA – Rapat antara Komisi VI DPR dan PT Pertamina (Persero) menjadi memanas saat nama mantan Komisaris Utama (Komut) Pertamina, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), disebut-sebut dalam konteks kasus korupsi pengelolaan minyak di Pertamina.
Peristiwa itu berlangsung dalam rapat dengar pendapat yang melibatkan Pertamina serta holding-nya bersama Komisi VI DPR, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, pada hari Selasa (11/3/2025).
Ahok disebut bikin gaduh
Awalnya, Wakil Ketua Komisi VI DPR, Andre Rosiade, menceritakan pengalamannya yang mengejutkan karena tiba-tiba mendapat serangan dari warganet yang ia anggap sebagai buzzer Ahok pada tanggal 1 Maret 2025.
Ia menyatakan bahwa seluruh akun media sosialnya dibanjiri serangan dari ribuan akun yang disebutnya sebagai buzzer Ahok.
“Buzzer-nya banyak, kalau diproses hukum, saya bisa buktikan itu, Pak. Jadi itu buzzer Ahok,” ungkap Andre.
Ia menuturkan bahwa setelah diselidiki, serangan tersebut terjadi karena ia pernah meminta Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) untuk mengganti Ahok dari posisi Komut Pertamina pada 15 Februari 2020.

Saat itu, sebagai anggota Komisi VI DPR, Andre mengaku meminta pergantian Ahok karena dianggap menimbulkan kegaduhan di Pertamina.
Andre juga mengkritik Ahok yang hanya sekali mengunjungi kilang Pertamina dan tidak pernah kembali ke kilang-kilang lainnya setelah itu.
“Bapak-bapak ini tahu bagaimana Ahok membentak orang tua. Pak Kus itu karena Ahok meminta ada yang ingin dinaikkan promosi, tapi Pak Kus tak mampu menaikkan. Dimaki-makilah Pak Kus itu, ‘Saya bisa ganti Anda loh. Saya bisa bicara ke Menteri BUMN. Kalau Menteri BUMN tidak setuju, saya bisa ngomong ke Presiden’. Karena Ahok dulu temannya Presiden. Sakti mandra guna. Dulu. Karena meskipun saya minta dicopot, tidak akan dicopot. Sakti mandra guna, keluar dari penjara jadi komut,” paparnya.
“Itu Ahok ngapain saja, padahal Ahok itu menikmati loh penghasilan puluhan miliar jadi Komut Pertamina. Karena Ahok itu Komisaris Utama 2019 sampai 2024. Bayangin puluhan miliar per tahun, belum lagi rajin main golf. Itu fasilitas Ahok yang didapatkan jadi Komut Pertamina,” lanjut Andre.
DPR Bandingkan Ahok dengan Erick Thohir
Kemudian, Andre membandingkan pendekatan Menteri BUMN, Erick Thohir, dengan Ahok dalam menangani kasus korupsi.
Menurutnya, Erick secara proaktif mendatangi Kejagung untuk menangani kasus korupsi di lingkungan BUMN.
Erick juga menyerahkan sejumlah data kepada aparat penegak hukum.
“Pak Erick bersama Pak Prabowo punya data. Erick lapor ke Pak Prabowo, langsung diproses, bagaimana? Pak Prabowo mengatakan, ‘Lanjutkan langsung proses hukum’. Diproses (korupsi) Asabri. Ahok ngapain selain ngebacot, omon-omon, marah-marah, maki-maki bapak-bapak? Apa yang dilakukannya? Ada enggak dia bawa data ke aparat penegak hukum? Enggak ada kan?” tegas Andre.
Tiba-tiba, anggota Komisi VI DPR dari Fraksi PDI-P, Rieke Diah Pitaloka, berseru kepada Andre.
Rieke meminta agar Ahok diundang ke rapat DPR, tetapi Andre menolak usul tersebut.
“Panggil Ahok ke sini,” seru Rieke.
“Ngapain dipanggil? Ngapain kita kasih panggung seseorang yang sudah pensiun, enggak berbuat apa-apa, lalu sekarang setelah Kejagung melakukan penegakan hukum, dia mau jadi pahlawan kesiangan. Ini kan pahlawan kesiangan,” jawab Andre.
Ia berpendapat bahwa jika Ahok memiliki data terkait korupsi di Pertamina, seharusnya ia menyerahkan data tersebut ke Kejagung, Polri, atau KPK.
Andre menegaskan bahwa tugas pengawasan seperti itulah yang seharusnya dilakukan Ahok saat masih menjabat sebagai Komut Pertamina.
“Kalau sekarang Kejagung melakukan penangkapan di era Prabowo, lalu dia ngebacot, ‘Oh saya punya data’. Lah elu ngapain saja bro selama ini? Ini kan orang sudah pensiun, tidak punya panggung politik, memanfaatkan kehebatan Kejagung di era Prabowo untuk numpang tenar kembali supaya populer kembali. Ini gaya politisi numpang tenar, pansos kemampuan kinerja Kejagung di era Presiden Prabowo,” tambah Andre.