Isu Ketahanan Pangan Jadi Ujian Nyata Pemerintahan Prabowo di Tahun Pertama

JAKARTA – Isu ketahanan pangan menjadi salah satu tantangan utama yang dihadapi pemerintahan Presiden Prabowo Subianto di tahun pertamanya. Hal ini disampaikan oleh analis komunikasi politik Hendri Satrio, yang menegaskan bahwa ketahanan pangan bukan hanya soal angka, melainkan berkaitan langsung dengan kebutuhan dasar masyarakat.
“Kalau bahasanya ketahanan pangan itu, buat saya, kaitannya langsung dengan ketahanan perut,” kata Hensa dalam diskusi publik bertajuk “1 Tahun Pemerintahan Prabowo, Apa Kabar Ketahanan Pangan?” yang digelar oleh Lembaga Survei KedaiKOPI di Jakarta, Sabtu (11/10/2025).
Ia menyoroti kondisi saat ini, di mana harga beras terus melonjak dan pembatasan pembelian beras mulai diterapkan di sejumlah pusat perbelanjaan, khususnya di Jakarta.
“Beras premium makin sulit didapat, pembelian di beberapa sentra belanja bahkan dibatasi. Apakah ini salah Bulog atau Kementerian Pertanian? Saya kira bukan soal mencari salahnya, tapi mencari solusinya,” tegasnya.
Hensa menyebutkan bahwa pemerintah, melalui Kementerian Pertanian, telah berupaya melakukan reformasi kebijakan, termasuk deregulasi untuk memastikan alokasi pupuk bersubsidi yang pada 2025 ditetapkan sebesar 9,55 juta ton.
“Ini langkah penting. Deregulasi harus benar-benar memastikan distribusi pupuk tepat sasaran, apalagi sekarang ada Koperasi Merah Putih yang bisa memperkuat distribusi,” ujarnya.
Namun, ia mengingatkan bahwa masalah distribusi pupuk sering kali terhambat oleh ketidaksesuaian data. Menurutnya, data kebutuhan pupuk dari Badan Pusat Statistik (BPS) sering kali tidak mencerminkan kebutuhan riil di lapangan.
“Kalau data BPS bilang satu daerah butuh 200 ton, padahal kenyataannya 250 ton, ya yang dikirim tetap 200 ton. Akibatnya, pupuk langka,” tuturnya.
Selain itu, Hendri juga menyoroti peran Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, yang kini menjadi perhatian publik karena kebijakannya dalam mendorong penyaluran dana sebesar Rp200 triliun yang sebelumnya tertahan di Bank Indonesia.
“Pak Purbaya ini jadi populer karena berani mendorong agar uang rakyat yang tertahan di Bank Indonesia digelontorkan, sekitar Rp200 triliun, lalu disalurkan lewat bank-bank Himbara,” jelasnya.
Menurut Hensa, keberhasilan komunikasi publik menjadi faktor penting dalam membangun popularitas seorang pejabat. Ia menilai Purbaya berhasil menerapkan dua strategi komunikasi utama.
“Pertama, dia menerapkan teori konsistensi kognitif, yaitu memahami apa yang diinginkan masyarakat — masyarakat ingin kantongnya tebal, jadi diberi harapan lewat stimulus ekonomi,” ujar Hensa.
“Kedua, tim komunikasinya menerapkan self presentation. Di mana pun Purbaya berada, selalu ada liputan. Ia hadir, tertawa, makan, semua diliput. Itu membuat kehadirannya terasa di tengah masyarakat,” sambungnya.
Hensa menyarankan agar menteri-menteri lain dalam kabinet Prabowo meniru gaya komunikasi tersebut. Ia menekankan pentingnya memiliki tim komunikasi yang kuat untuk membangun kedekatan dengan masyarakat.
“Menteri-menteri saat ini harus punya tim komunikasi yang kuat, supaya rakyat merasa dekat dan tahu apa yang sedang dikerjakan pemerintah,” pesan founder Lembaga Survei Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia (KedaiKOPI) itu.