Indonesia Gabung BRICS, Ini Analisa Rocky Gerung!

JAKARTA – Keputusan besar Indonesia untuk bergabung dengan aliansi BRICS di bawah kepemimpinan Presiden terpilih Prabowo Subianto memicu diskusi hangat di kalangan pengamat politik.
Langkah ini dinilai sebagai manuver geopolitik yang berpotensi mengangkat posisi Indonesia di panggung dunia, namun juga menyimpan risiko kompleks.
Dalam wawancara di kanal YouTube Hendri Satrio Official, pengamat politik Rocky Gerung mengupas tuntas strategi Prabowo bergabung dengan BRICS, aliansi yang dipimpin oleh Brasil, Rusia, India, Tiongkok, dan Afrika Selatan.
Indonesia resmi menjadi anggota ke-10 BRICS per 6 Januari 2025, menyusul perluasan aliansi tersebut.
“Langkah ini dianggap strategis bagi Prabowo untuk menjadi pemimpin dunia dan menonjol di ‘global south’,” ujar Rocky Gerung.
Menurut Rocky, keanggotaan dalam BRICS bukan hanya soal kerja sama ekonomi, tetapi juga platform untuk memperkuat pengaruh Indonesia di antara negara-negara berkembang, atau yang dikenal sebagai “Global South”.
Langkah ini, menurutnya, membuka peluang diversifikasi kemitraan ekonomi dan politik, mengurangi ketergantungan pada kekuatan Barat, serta memperkuat suara Indonesia dalam isu-isu global.
Namun, Rocky juga mengingatkan adanya risiko besar. Kompleksitas internal BRICS dan dinamika geopolitik global berpotensi menempatkan Indonesia dalam posisi sulit.
Ia menekankan pentingnya kecerdasan diplomasi agar Indonesia tidak terjebak sebagai “pion” dalam persaingan negara-negara adidaya.
Lebih lanjut, Rocky menyoroti potensi perubahan arah BRICS dari forum ekonomi menjadi aliansi dengan dimensi keamanan.
Gagasan pembentukan kekuatan militer bersama dalam BRICS menjadi perhatian khusus. Jika hal ini terwujud, Indonesia perlu strategi matang untuk tetap menjaga prinsip politik luar negeri bebas aktif.
Keputusan Prabowo ini, menurut Rocky, ibarat pedang bermata dua.
Di satu sisi, membuka peluang besar bagi Indonesia untuk meningkatkan daya tawar di kancah global.
Di sisi lain, risiko menjadi “proksi” atau terlibat dalam ketegangan geopolitik menuntut kepemimpinan yang cermat demi menjaga kedaulatan dan independensi nasional di tengah dunia yang kian multipolar.