Berita Daerah

Hoaks Vaksin Haram, Wabah Campak di Sumenep Capai 2 Ribu Kasus, 17 Anak Meninggal

  • August 26, 2025
  • 3 min read
Hoaks Vaksin Haram, Wabah Campak di Sumenep Capai 2 Ribu Kasus, 17 Anak Meninggal Gubernur Khofifah menjenguk pasien Campak di Kabupaten Sumenep pada Sabtu (23/8/2025). (Foto: portaljtv.com)

Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, tengah menghadapi wabah campak terbesar dalam beberapa tahun terakhir. Hingga akhir Agustus 2025, tercatat 2.035 kasus suspek campak dengan 17 anak meninggal dunia. Data Dinas Kesehatan menyebutkan, mayoritas korban meninggal adalah balita, dengan rincian 16 anak berusia 0–4 tahun dan satu anak berusia 5–9 tahun. Kondisi ini membuat pemerintah daerah bersama Kementerian Kesehatan menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB).

Penyelidikan menunjukkan, dari 17 anak yang meninggal, sebanyak 16 di antaranya tidak pernah menerima imunisasi sama sekali, sedangkan satu anak baru mendapatkan satu dosis vaksin MR sehingga tidak terlindungi secara penuh. Fakta ini memperkuat kesimpulan bahwa rendahnya cakupan imunisasi di Sumenep menjadi faktor utama penyebaran cepat wabah campak dan tingginya angka kematian.

Sebagai upaya penanggulangan, pemerintah meluncurkan vaksinasi massal atau Outbreak Response Immunization (ORI) sejak 25 Agustus hingga 14 September 2025. Program ini menyasar lebih dari 78.000 anak usia 9 bulan hingga 6 tahun di wilayah Sumenep, baik di daratan maupun kepulauan. Vaksinasi dilakukan di 26 puskesmas dan 3 rumah sakit dengan dukungan lebih dari 9.800 vial vaksin MR yang disalurkan Kementerian Kesehatan.

Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa turun langsung ke lapangan untuk mengawasi penanganan KLB. Ia mengunjungi rumah sakit, berdialog dengan orang tua pasien, sekaligus memastikan pelaksanaan vaksinasi massal berjalan lancar. Di tingkat nasional, Komisi IX DPR RI juga mendesak pemerintah memperkuat imunisasi rutin serta gencar melakukan edukasi agar masyarakat tidak lagi ragu terhadap vaksin.

Selain rendahnya cakupan imunisasi, penyebaran hoaks di masyarakat turut memperparah situasi. Beberapa tahun terakhir, muncul isu bahwa vaksin MR haram digunakan, yang menyebabkan banyak orang tua menolak memberikan imunisasi kepada anak-anak mereka. Informasi keliru ini memperbesar celah bagi virus campak menyebar luas di tengah masyarakat. Media kesehatan dan parenting mencatat, penolakan imunisasi akibat hoaks tersebut berkontribusi langsung terhadap melonjaknya kasus di Sumenep.

Para tenaga medis di RSUD dr. Moh. Anwar Sumenep menjelaskan, campak adalah penyakit yang sangat menular dan hanya bisa dicegah melalui imunisasi lengkap. Tanpa vaksinasi, anak-anak yang terinfeksi berisiko mengalami komplikasi serius seperti radang paru-paru, diare parah, hingga kematian. Minimnya pengetahuan masyarakat tentang pentingnya vaksin dasar menjadi pekerjaan rumah berat dalam penanggulangan wabah ini.

Situasi di Sumenep juga menggambarkan masalah nasional. Data Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa cakupan imunisasi campak di Indonesia baru mencapai sekitar 72 persen anak usia di bawah lima tahun. Angka ini masih jauh dari target minimal 95 persen untuk menciptakan kekebalan kelompok atau herd immunity sebagaimana direkomendasikan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Tanpa perbaikan cakupan vaksinasi, Indonesia akan tetap rawan menghadapi wabah serupa di daerah lain.

DPR RI menilai, pemerintah tidak bisa hanya mengandalkan langkah tanggap darurat seperti vaksinasi massal saat wabah terjadi. Harus ada strategi jangka panjang berupa peningkatan layanan imunisasi dasar, distribusi vaksin yang merata, serta edukasi publik yang konsisten untuk melawan kampanye anti-vaksin. Legislator juga mengingatkan perlunya keterlibatan tokoh agama dan masyarakat agar pesan mengenai kehalalan vaksin bisa diterima luas.

Wabah ini menjadi pelajaran penting bahwa kesehatan publik tidak hanya soal ketersediaan vaksin, tetapi juga kepercayaan masyarakat terhadap informasi kesehatan. Di tengah derasnya arus hoaks, penolakan vaksin terbukti berakibat fatal, khususnya bagi anak-anak yang menjadi kelompok paling rentan. Pemerintah, tenaga kesehatan, hingga masyarakat sipil perlu bergerak bersama untuk mengembalikan keyakinan publik pada imunisasi.

Wabah campak di Sumenep yang menewaskan 17 anak dan menginfeksi lebih dari 2.000 orang bukan semata karena daya tular penyakit, melainkan juga akibat rendahnya imunisasi yang diperburuk oleh maraknya gerakan anti-vaksin berbasis hoaks. Tanpa peningkatan cakupan vaksinasi dan edukasi publik yang konsisten, Indonesia berpotensi menghadapi krisis serupa di daerah lain. Kasus Sumenep menjadi alarm keras bahwa imunisasi adalah benteng utama yang tidak boleh diabaikan dalam melindungi generasi penerus bangsa.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *