Nasional

Hensa soal Konferensi Pers Menteri LH di Hotel Bintang Lima: Tak Sesuai Semangat Efisiensi Anggaran

  • June 11, 2025
  • 2 min read
Hensa soal Konferensi Pers Menteri LH di Hotel Bintang Lima: Tak Sesuai Semangat Efisiensi Anggaran

JAKARTA – Analis komunikasi politik Hendri Satrio (Hensa) menyoroti pelaksanaan konferensi pers Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq terkait permasalahan tambang nikel di Raja Ampat yang digelar di Hotel Pullman, Jakarta Selatan, Minggu (8/6/2025).

Menurutnya, pilihan lokasi tersebut tidak tepat, terutama di tengah isu efisiensi anggaran yang tengah digalakkan pemerintah.

“Seharusnya konferensi pers tersebut cukup dilakukan di kantornya saja, tidak perlu di hotel bintang lima,” kata Hensa.

Ia menilai, Hanif seharusnya lebih peka terhadap kondisi efisiensi anggaran yang menjadi salah satu fokus pemerintahan saat ini.

Menurut Hensa, menggelar acara di hotel mewah dapat memunculkan pertanyaan dari publik mengenai urgensi dan relevansi pengeluaran tersebut.

“Harusnya, Menteri Lingkungan Hidup mengerti kondisi efisiensi ini sehingga tidak mengundang pihak lain bertanya terkait urgensi mengadakan konferensi pers di hotel bintang lima di tengah efisiensi yang digalakkan oleh pemerintah,” tambahnya.

Lebih lanjut, Hensa menyoroti pencabutan izin usaha pertambangan (IUP) di Raja Ampat, Papua Barat, yang sempat menuai kontroversi.

Ia mengapresiasi langkah cepat Presiden Prabowo Subianto yang langsung mengambil tindakan untuk mencegah potensi kerusakan lingkungan di Raja Ampat.

“Saya mengapresiasi Presiden RI Prabowo Subianto yang langsung mengambil tindakan terhadap potensi kerusakan lingkungan di Raja Ampat,” ujar Hensa kepada wartawan.

Hensa juga memberikan penghargaan kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia yang akhirnya mencabut IUP pertambangan di Raja Ampat.Langkah ini diambil setelah ramai diperbincangkan di media sosial dengan tagar #SaveRajaAmpat yang menjadi viral.

Namun, ia mempertanyakan mengapa tindakan pemerintah baru dilakukan setelah isu ini mencuat di publik.

“Mengapa rakyat lebih tahu duluan ketimbang pemerintah? Seharusnya pemerintah tidak menunggu momen viral dulu baru mulai bertindak,” tegas Hensa.

Menurutnya, kepekaan pemerintah terhadap isu-isu yang dibicarakan oleh masyarakat seharusnya lebih proaktif, tanpa harus menunggu tekanan dari masyarakat melalui media sosial.

Ia menilai, momen ketika Presiden Prabowo memanggil tiga menterinya—Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq, dan Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni—menunjukkan adanya kejanggalan dalam komunikasi internal pemerintah.

“Ia (Prabowo) pasti mempertanyakan kepada tiga menterinya tersebut mengapa lebih dulu tahu rakyat ketimbang jajarannya,” ungkap Hensa.

Hensa berharap ke depannya pemerintah dapat lebih responsif terhadap isu-isu yang dibicarakan publik.

“Pemerintah harus memiliki sistem deteksi dini yang lebih baik agar penanganan isu seperti ini tidak hanya bergantung pada viralnya tagar di media sosial,” pungkasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *