Politik

Hensa Nilai Respons DPR soal Tuntutan 17+8 Memang Cepat, Tapi Kurang Peka

  • September 7, 2025
  • 2 min read
Hensa Nilai Respons DPR soal Tuntutan 17+8 Memang Cepat, Tapi Kurang Peka Analis Komunikasi Politik Hendri Satrio saat di Lembaga Survei KedaiKOPI. (Dok: Rujakpolitik.com)

JAKARTA – Analis komunikasi politik, Hendri Satrio (Hensa), memberikan pandangannya mengenai tuntutan “17+8” yang disuarakan oleh masyarakat dan respons cepat yang ditunjukkan oleh DPR dalam menanggapi tiga tuntutan tersebut.

Menurut Hensa, respons DPR yang menghasilkan enam poin kebijakan, termasuk penghapusan tunjangan, merupakan langkah yang patut diapresiasi dari tiga sisi.

Ia melihat kecepatan, empati, dan kemampuan memperbaiki citra sebagai poin-poin positif dari respons tersebut. Hensa menilai bahwa tindakan cepat yang diambil oleh pimpinan DPR, seperti Puan Maharani dan Dasco, menunjukkan keseriusan dalam menanggapi aspirasi publik.

“Menurut saya, apa yang disampaikan oleh DPR terkait dengan tuntutan tersebut, meski baru 6, bukan saja bisa dilihat karena cepat dan mendengarkan aspirasi publik, tapi ini tentu saja akan memperbaiki citra DPR,” ungkap Hensa.

Namun, Hensa juga menggarisbawahi dua hal yang perlu diperbaiki oleh DPR ke depannya. Ia berpendapat bahwa kepekaan wakil rakyat seharusnya tidak perlu menunggu hingga rakyat marah atau menyampaikan aspirasi dengan tensi tinggi.

Sebaliknya, menurutnya, aspirasi masyarakat harus selalu didengarkan sebagai prioritas utama.

“Yang pertama, semestinya kepekaan ini tidak perlu menunggu sampai rakyat marah atau menyampaikan perasaannya dengan tensi tinggi, tapi harus didengarkan,” tegasnya.

Poin kedua yang perlu diperbaiki adalah perihal kesederhanaan. Hensa melihat bahwa penggunaan kemeja putih oleh pimpinan DPR saat membahas enam poin tersebut adalah simbol kesederhanaan yang baik.

Namun, ia mengingatkan bahwa kesederhanaan tersebut harus terus dimunculkan secara konsisten, tidak hanya pada saat-saat tertentu.

“Nah kemudian yang perlu diimprove yang kedua adalah bagaimana kesederhanaan itu harus sering dimunculkan,” katanya.

Terkait pemotongan tunjangan, Hensa menilai langkah tersebut sedikit memperbaiki citra DPR. Namun, ia menekankan bahwa perbaikan ini masih “agak” membaik karena masih adanya tingkat ketidakpercayaan yang tinggi antara masyarakat dengan partai politik dan anggota dewan.

“Tapi kenapa saya katakan ‘agak’ membaik karena memang ada distrust yang luar biasa antara masyarakat ke partai politik dan masyarakat ke anggota Dewan,” jelas Hensa.

Menurut Hensa, pemotongan tunjangan sebesar Rp 65 juta oleh DPR akan sangat diapresiasi oleh masyarakat jika diimbangi dengan kinerja yang lebih baik.

Ia menjelaskan bahwa gaji tersebut akan terasa “layak” apabila DPR mampu menghasilkan undang-undang atau peraturan yang sesuai dengan apa yang diinginkan oleh masyarakat.

“Menurut saya Rp 65 juta itu akan diapresiasi oleh masyarakat bila kerja-kerja DPR dalam menghasilkan undang-undang atau menghasilkan peraturan-peraturan lain itu sesuai dengan apa yang diinginkan masyarakat,” pungkasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *