Politik

Hendri Satrio: Jokowi Lebih Cocok Gabung Golkar Ketimbang PSI

  • May 17, 2025
  • 2 min read
Hendri Satrio: Jokowi Lebih Cocok Gabung Golkar Ketimbang PSI Presiden Republik Indonesia ke-7, Joko Widodo. (Foto: Instagram/Jokowi)

JAKARTA – Analis komunikasi politik Hendri Satrio menilai Presiden Joko Widodo (Jokowi) lebih cocok bergabung dengan Partai Golkar ketimbang Partai Solidaritas Indonesia (PSI) jika ingin melanjutkan kiprahnya di dunia politik.

Menurutnya, Jokowi sebagai Presiden ke-7 membutuhkan partai yang lebih besar dan matang untuk menjamin kelancaran langkah politiknya ke depan.

“Jokowi memerlukan perahu yang lebih besar, lebih ajek untuk berlayar di perpolitikan Indonesia. Golkar mungkin menjadi perahu yang tepat buat Pak Jokowi,” ujar Hensa kepada wartawan.

Pernyataan ini merespons ramainya desas-desus bahwa PSI bisa menjadi kendaraan politik Jokowi, putra sulungnya Gibran Rakabuming Raka, dan putra bungsunya Kaesang Pangarep.

Ketiganya bahkan disebut-sebut berpeluang menjadi calon Ketua Umum PSI dalam kongres yang akan digelar partai tersebut.

Hensa menyoroti dinamika internal PSI, yang kini menerapkan sistem pemilihan ketua umum dengan prinsip “one man, one vote” dan membuka peluang bagi seluruh anggota untuk mencalonkan diri.

Namun, Hensa skeptis Jokowi akan memanfaatkan peluang ini.

“Walaupun peluangnya besar, saya kira Pak Jokowi tidak akan ambil kesempatan jadi Ketua Umum PSI,” katanya.

Menurut Hensa, PSI, yang dikenal sebagai partai anak muda, tampaknya mulai mengikuti pola partai politik yang lebih mapan.Ia mencontohkan cepatnya pergantian kepemimpinan di PSI, seperti dari Giring Ganesha, Grace Natalie, kembali ke Giring, hingga kini Kaesang, yang baru dua hari menjadi anggota langsung diangkat sebagai Ketua Umum.

“Menariknya, sebagai partai yang citranya partai anak muda, PSI justru mulai mengikuti alur partai yang sudah lebih dulu ada,” ungkapnya.

Hensa juga menyinggung potensi persaingan antara Gibran dan Kaesang dalam kongres PSI.

Ia mempertanyakan apakah pemilihan akan benar-benar demokratis atau justru ditentukan oleh “titah” Jokowi sebagai kepala keluarga.

“Apakah tetap kongres atau ditentukan di ranah keluarga? Misalnya, Pak Jokowi bilang, ‘Kaesang, kasih ke Gibran,’ atau ‘Gibran tetap wapres, ini buat Kaesang,’” ujarnya.

Namun, Hensa menegaskan bahwa jika PSI memang dipersiapkan sebagai kendaraan politik keluarga Jokowi, hal itu sah dalam demokrasi Indonesia.

“Kalau mau protes, bikin partai politik baru,” tegasnya.

Sementara itu, Gibran, yang kini tidak memiliki partai politik, disebut Hensa membutuhkan partai sebagai pegangan politik.

Menurut Hensa, PSI bisa menjadi solusi, tetapi Golkar juga bisa menjadi opsi yang lebih kuat bagi Jokowi dan Gibran.

“Nanti internal Golkar bagaimana, ya terserah. Yang jelas, Jokowi dan Gibran butuh partai yang mumpuni,” pungkas Hensa.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *