
Jakarta – Nama Dewi Astutik alias PA (43) mencuat sebagai target utama buruan Badan Narkotika Nasional (BNN) dan organisasi kepolisian internasional (Interpol). Perempuan asal Ponorogo, Jawa Timur ini diduga kuat terlibat dalam jaringan penyelundupan sabu-sabu seberat dua ton dengan nilai mencapai Rp 5 triliun, salah satu kasus narkoba terbesar yang pernah diungkap di Indonesia.
Kasus ini bermula dari pengungkapan BNN yang berhasil menggagalkan upaya penyelundupan sabu-sabu dalam jumlah masif tersebut. Meskipun pengungkapan detail operasi masih dibatasi, BNN menyatakan Dewi Astutik memainkan peran signifikan dalam sindikat narkotika internasional yang beroperasi di Indonesia. Diduga, ia merupakan salah satu aktor kunci dalam jaringan tersebut.
Nilai fantastis dari sabu yang diselundupkan, yaitu Rp 5 triliun, menggambarkan skala operasi sindikat yang sangat besar dan terorganisir. Berat sabu mencapai dua ton, menunjukkan upaya sistematis untuk membanjiri pasar gelap narkoba di Indonesia dengan barang haram tersebut.
Profil Dewi Astutik menarik perhatian. Berdasarkan data Imigrasi dan BNN, ia diketahui pernah bekerja sebagai Tenaga Kerja Wanita (TKW) di Taiwan, Hong Kong, dan Kamboja. Namun, pihak berwenang meyakini bahwa statusnya sebagai TKW kerap dijadikan kedok untuk menyamarkan aktivitas ilegalnya dalam jaringan narkoba.
Modus operandi yang terungkap adalah penggunaan jaringan TKI untuk merekrut kurir narkoba. Dewi Astutik diduga aktif mencari dan merekrut Warga Negara Indonesia (WNI), terutama yang berstatus pekerja migran atau memiliki akses lintas negara, untuk menjadi kurir penyelundupan sabu. Hal ini memanfaatkan mobilitas tinggi para pekerja migran.
Anggota Komisi III DPR RI, Jazilul Fawaid (Gus Jazil) dari Fraksi PKB, mendesak keras aparat penegak hukum, khususnya BNN, untuk bertindak cepat dan tidak kecolongan dalam menangkap Dewi Astutik. Gus Jazil menekankan bahwa sindikat narkoba seperti yang melibatkan Dewi dikenal memiliki jaringan yang luas dan dana yang sangat kuat, sehingga memerlukan kecepatan dan ketepatan tindakan.
Gus Jazil juga menyoroti secara khusus fenomena memprihatinkan dimana WNI kerap dijadikan alat oleh sindikat narkoba internasional. Penyamaran aktivitas ilegal dengan berkedok tenaga kerja luar negeri dinilainya sebagai masalah serius yang membutuhkan pengawasan ekstra ketat, baik dari BNN, Imigrasi, maupun Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI). Ia mendorong peningkatan koordinasi dan pengawasan di pintu masuk maupun keluar.
Untuk mengejar buronan kelas kakap ini, BNN melakukan kerja sama intensif dengan Interpol. Penerbitan Red Notice oleh Interpol untuk Dewi Astutik merupakan langkah krusial yang memperluas jangkauan pencarian secara global, memungkinkan aparat di negara manapun untuk menangkapnya jika terdeteksi. Kerja sama lintas negara dianggap vital mengingat dugaan kuat Dewi telah melarikan diri ke luar Indonesia.
Upaya penangkapan Dewi Astutik melibatkan kerja sama lintas lembaga di dalam negeri, termasuk BNN, Kepolisian RI, Kejaksaan Agung, dan Direktorat Jenderal Imigrasi. Setiap lembaga berkontribusi sesuai bidang tugasnya, mulai dari penyelidikan, penindakan, hingga pengawasan pergerakan orang di perbatasan.
Hingga berita ini diturunkan, Dewi Astutik masih dalam daftar buronan. Kasus ini menjadi bukti nyata betapa berbahayanya jaringan narkoba internasional yang menjadikan Indonesia sebagai target pasar dan memanfaatkan WNI. Pencarian intensif terus dilakukan, sementara desakan untuk memperketat pengawasan terhadap eksploitasi pekerja migran dalam kejahatan narkoba semakin mengemuka.