Dewan Keamanan PBB Kecam Israel yang Melarang Operasi UNRWA di Palestina
Pada hari Selasa (29/10), Dewan Keamanan PBB menyampaikan kekhawatirannya atas undang-undang baru yang disahkan oleh Knesset Israel, yang melarang operasi UNRWA, badan PBB yang menangani pengungsi Palestina.
“Kami berkumpul di sini untuk kembali menegaskan peran penting PBB dalam menjaga perdamaian, stabilitas, dan bantuan kemanusiaan di wilayah ini,” ujar Menteri Luar Negeri Swiss, Ignazio Cassis, dalam sesi Dewan Keamanan yang membahas situasi Palestina.
Cassis menekankan pentingnya ruang bagi badan-badan PBB untuk menjalankan tugas mereka, dengan menambahkan, “Sekretaris Jenderal PBB (Antonio Guterres) harus dapat berkomunikasi dengan semua pihak tanpa hambatan. Setiap upaya sepihak untuk mengurangi mandatnya hanya akan merusak multilateralisme.”
Cassis juga menyebutkan bahwa beberapa resolusi Dewan belum terlaksana, seraya menyatakan, “Kata-kata saja tidak lagi cukup.” Dia juga menyoroti bahwa larangan terhadap UNRWA “tidak sejalan dengan hukum internasional” dan “membahayakan bantuan kemanusiaan bagi warga sipil.”
Utusan Inggris, Barbara Woodward, turut mengkritik kebijakan Israel, menegaskan bahwa “tidak ada alasan untuk memutus hubungan dengan UNRWA.” Sementara itu, perwakilan Rusia, Vassily Nebenzia, menyatakan bahwa larangan terhadap UNRWA bertentangan dengan kewajiban Israel sebagai kekuatan pendudukan.
Pada Senin (28/10), Knesset mengesahkan larangan terhadap UNRWA, yang berdampak pada operasi badan tersebut di Jalur Gaza, Tepi Barat, dan Yerusalem Timur. Dari 120 anggota Knesset, 92 mendukung larangan itu, dan 10 menolak. Di samping itu, sebuah undang-undang terpisah mewajibkan Israel untuk memutuskan semua hubungan dengan UNRWA.
Undang-undang baru ini akan berlaku dalam 90 hari dan disertai tuduhan bahwa UNRWA terkait serangan Hamas, khususnya dalam program pendidikannya yang disebut Israel “mendorong terorisme dan kebencian.”
UNRWA, didirikan oleh Majelis Umum PBB pada 1949, memiliki mandat untuk memberikan perlindungan bagi pengungsi Palestina. Sejak serangan Hamas pada 7 Oktober 2023, Israel telah melanjutkan operasi militer besar di Gaza, yang menyebabkan lebih dari 43.000 korban jiwa, terutama wanita dan anak-anak, serta melukai lebih dari 101.100 orang.
Serangan tersebut memaksa sebagian besar penduduk untuk mengungsi, sementara blokade yang ketat menyebabkan kekurangan pangan, air bersih, dan obat-obatan. Israel juga menghadapi gugatan di Mahkamah Internasional atas tuduhan genosida di Gaza.