Politik

Dasco Anggap Pengibaran Bendera One Piece Ekspresi Biasa, Hensa: Sudah Tepat

  • August 4, 2025
  • 2 min read
Dasco Anggap Pengibaran Bendera One Piece  Ekspresi Biasa, Hensa: Sudah Tepat Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad. (Dok. DPR)

JAKARTA – Analis komunikasi politik Hendri Satrio (Hensa) menyoroti respons Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad yang melihat pengibaran bendera Jolly Roger dari serial One Piece sebagai bentuk ekspresi biasa tanpa mengarah pada perpecahan.

Ia menilai pesan Dasco untuk tidak mempertentangkan masyarakat dengan penggemar One Piece atau Nakama sudah tepat.

“Pesannya bang Dasco sudah tepat, Jadi dia bilang kan awalnya dia memang jangan begitu, tapi kemudian dia melanjutkan dikatakan bahwa tolong jangan dibentur-benturkan, karena ini bentuk ekspresi aja, bahkan dia sebut keluarganya dia di lingkarannya juga ada Nakama juga,” kata Hensa.

Menurutnya, fenomena pengibaran bendera Jolly Roger, simbol dari manga Jepang One Piece, mencerminkan keresahan masyarakat terhadap kebijakan pemerintah.

Ia menyebut fenomena ini seharusnya mendorong Menteri Kebudayaan Fadli Zon untuk meresponsnya sebagai cerminan dinamika budaya lokal.

“Harusnya yang ditampar pertama kali tuh Menteri Budaya, kenapa ada budaya Jepang masuk ke Indonesia dan jadi tren? What happened? Ada apa dengan budaya kita?” ujar Hensa kepada wartawan.

Hensa menjelaskan, pengibaran bendera Jolly Roger yang ramai di media sosial dipicu oleh kebijakan pemerintah yang dianggap meresahkan, seperti wacana pajak amplop hajatan hingga pengalihan data pribadi ke Amerika Serikat.

Menurutnya, kurangnya perhatian terhadap budaya lokal membuat simbol asing seperti Jolly Roger menjadi alat ekspresi masyarakat.

“Jadi ini bentuk protes yang dibuat secara lucu kemudian dekat dengan masyarakat, karena kebijakan-kebijakan seperti pajak amplop hajatan atau wacana WA berbayar membuat masyarakat menyengitkan dahi,” ujar Hensa.

Ia juga menilai penggunaan simbol asing dinilai lebih aman dibandingkan simbol lokal yang rawan disalahartikan. “Jadi kalau pakai komiknya Indonesia, dimungkinkan tuh sangat dekat tuh kan, nanti mereka takut juga diapa-apain gitu, kena undang-undang ITE atau apa, jadi ambilnya ceritanya yang di Jepang aja lah,” jelas Hensa.

Mengacu pada teori revolusi keempat, Hensa menyebut kepentingan individu kini lebih menonjol dibandingkan isu sosial. Namun, ia menegaskan masyarakat tetap memahami batas ekspresi, terlihat dari penempatan bendera Merah Putih di atas simbol lain seperti Jolly Roger.

“Saya yakin masyarakat paham batasannya, mereka tahu mana yang manga, mana yang nyata, makanya bendera Jolly Roger dipasang di bawah Merah Putih, sesuai pesan Gus Dur soal kebebasan berekspresi,” kata Hensa.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *