Daerah

Cerita Udin, Penjaga Keselamatan yang Terabaikan di Jakarta

  • January 13, 2025
  • 3 min read
Cerita Udin, Penjaga Keselamatan yang Terabaikan di Jakarta Udin, penjaga palang pintu penyebrangan kereta api di Asem Baris Raya, Jakarta Selatan. (Dok: Rujakpolitik.com)

JAKARTA – Di tengah hiruk-pikuk Jakarta, seorang pria berusia 60 tahun bernama Udin telah mengabdikan hidupnya untuk menjaga keselamatan penyeberang di jalur kereta.

Dengan penuh dedikasi, Udin telah menjaga palang pintu penyebrangan rel kereta api di sekitar Asem Baris Raya, Jakarta Selatan, sejak tahun 2003.

Setiap hari, ia berdiri di posnya, mengawasi lalu lintas pejalan kaki dan kendaraan motor yang melintas, memastikan mereka dapat menyeberang dengan aman di tengah kesibukan kota yang tak pernah tidur.

Meskipun pekerjaannya mungkin dianggap sebelah mata oleh sebagian orang, bagi Udin, tugas ini adalah panggilan hidupnya.

Awal Mula Menjaga Palang Pintu Penyebrangan Kereta

Sebelum menjaga palang pintu penyebrangan, Udin bekerja di sektor konstruksi sebagai pengecat.

Namun, seiring bertambahnya usia dan menurunnya kemampuan fisik, ia memutuskan untuk beralih profesi.

“Karena sekarang udah gak kuat, usia. Sampai sekarang nih, udah berhenti. Akhirnya jaga kereta,” ujarnya.

Saat pertama kali mulai, Udin mengatakan jumlah penjaga palang pintu kereta masih sedikit, hanya lima orang.

Namun, seiring waktu, jumlah tersebut meningkat karena banyak yang tidak lagi bekerja di bidang lain.

“Sekarang udah makin banyak. Karena banyak yang udah gak pada kerja, jadi gantian. Ber-shift jadinya,” jelasnya.

Sistem Shift dan Pembagian Rezeki

Udin menjelaskan bahwa dirinya bekerja menjaga pintu penyebrangan kereta dengan sistem shift tiga jam sekali.

“Tiga jam ganti. Kenapa dibikin tiga jam sekali? Karena kalau terlalu lama gak kebagian,” katanya.

Sistem ini juga, kata Udin, membantu dalam pembagian rezeki. Saat ini, ada sekitar enam palang penjaga pintu kereta di tempatnya.

Mereka bekerja secara bergiliran, dengan waktu sholat di tengahnya sebagai penanda waktu bergantian.

“Sekarang kurang lebih enam. Yang kita yang pagi satu. Yang pagi ada dua ya. Pagi satu dari jam lima. Jam lima subuh. Habis sholat subuh, sampai jam delapan atau jam sembilan. Ganti lagi orang. Satu juga. Nah, habis jam delapan sampai jam dua belas, sholat dzuhur, kita masuk. Karena kita sholat dulu loh dzuhur. Biar dunia dapet akhirat dapet,” ungkapnya.

Perhatian dari Pemerintah dan Penghasilan

Meskipun telah mengabdi selama bertahun-tahun, Udin mengaku tidak mendapatkan perhatian dari pemerintah.

“Gak ada, Pak. Gak ada perhatian. Dapetnya dari yang lewat aja,” katanya.

Pendapatannya saat ini hanya bersumber dari para pengguna jalan yang melintas.

“Yang penting ikhlas. Dan saya walaupun kagak ada yang ngasih, yang penting saya ikhlas.” kata Udin.

Dalam hal penghasilan, Udin menceritakan bahwa penghasilannya bervariasi.

“Dulu, sebelum tahun ini, penghasilan paling besar 25 ribu. Sekarang, paling tinggi 50 atau 40 ribu,” ujarnya.

Ia menjelaskan, penghasilan tersebut biasanya dibagi jika ada yang bekerja berdua, namun saat ini ia bekerja sendiri dan mendapatkan 40 ribu untuk tiga jam kerja.

Berharap Perhatian Pemerintah

Ketika ditanya tentang harapannya kepada pemerintah, terutama kepada Presiden Prabowo Subianto, Udin berharap agar penyeberangan yang ia jaga diperhatikan.

“Tolonglah, apa namanya, misalkan ada sisipan gitu, yang menjaga-jaga dikasih. Nah, ada berapa orang, soalnya ini kepentingan bersama di sini,” harapnya.

Ia juga menyoroti pentingnya akses bagi masyarakat yang ingin menyeberang. Menurutnya, adanya palang pintu penyebrangan saat ini menandakan bahwa akses terhadap penyebrangan cukup jauh untuk dijangkau.

“Jadi mungkin pemerintah ya Pak, bikin akses, supaya masyarakat kalau mau nyeberang, gak terlalu jauh gitu kali ya?” pungkasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *