Bambang Widjojanto Nilai RUU Perampasan Aset Sudah Diperlukan untuk Perangi Korupsi
JAKARTA – Eks Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto menegaskan RUU Perampasan Aset sudah sangat diperlukan.
Dalam YouTube Hendri Satrio Official, Bambang menjelaskan bahwa korupsi di Indonesia semakin masif dan merugikan negara. Menurutnya, tanpa perampasan aset, pengendalian korupsi tidak akan konsisten.
“Korupsinya makin masif, kalau tidak disertai dengan perampasan aset, maka pengendalian korupsinya itu tidak bisa dilakukan secara konsisten,” ujar Bambang, dikutip Kamis (11/9/2025).
Ia pun menjelaskan, perampasan aset juga bertujuan memulihkan keuangan negara yang tergerus akibat korupsi. Bambang mengatakan, di tengah kebutuhan dana negara yang mendesak, aturan ini dapat mengembalikan aset yang diselewengkan.
“Yang kedua perampasan aset ini juga tujuannya untuk mengembalikan keuangan negara. Apalagi di tengah situasi memang negara kita ini sedang membutuhkan uang,” kata Bambang.
Fokus perampasan aset adalah pelaku penyalahgunaan keuangan negara, bukan rakyat biasa. Bambang menegaskan, aturan ini menyasar pejabat atau pihak yang terbukti korup, sehingga rakyat tak perlu khawatir. Hal ini memastikan keadilan dalam penegakan hukum.
“Yang ketiga ingat bahwa yang akan menjadi target itu adalah orang yang menyalahgunakan keuangan negara. Rakyat sih gak ada urusannya,” tegas Bambang.
Mengenai usulan Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri soal integritas aparat, Bambang menilai integritas harus ditegakkan tanpa menunggu RUU.
Menurutnya, menjadikan integritas sebagai syarat justru keliru, karena itu kewajiban aparat. Ia yakin Megawati tidak bermaksud menunda RUU.
“Integritas itu kan tidak harus nunggu barang ini, ada dong. Ini kan yang penting integritas itu kan harus ditegakkan, ada atau tidak ada undang-undang perampasan aset,” ujar Bambang.
Bambang menjelaskan, RUU ini berlaku untuk kasus ke depan, bukan retrospektif. Pejabat masa lalu seperti Jokowi tidak akan terkena tanpa kasus konkret yang terbukti. Aturan ini menjamin proses hukum yang adil.
“Enggak kan itu sifatnya perspektif ke depan aja. Jadi kasus-kasus ke depan,” katanya.
Bambang mengusulkan pendekatan “3 in 1”: perampasan aset, pembatasan uang tunai, dan laporan harta kekayaan. Pembatasan uang tunai mendukung transaksi digital dan mencegah penyelewengan. Ini sejalan dengan kebutuhan transaksi harian.
“Sebenarnya kalau mau serius bukan hanya perampasan aset kan. Apa? Itu harus 3 in 1. Apa tuh? Pertama pembatasan perampasan aset, terus pembatasan uang tunai,” ujarnya.
Bambang menegaskan, perampasan aset tidak bisa dilakukan sembarangan, melainkan harus ada bukti kasus dan peningkatan aset tak wajar. Ketakutan berlebihan soal aturan ini tidak beralasan, karena prosesnya transparan. Ia menekankan pentingnya bukti hukum yang kuat.
“Enggak kan mesti dilihat gini, kalau dalam istilah hukum ada gak mens reanya, ada gak yang jadi pemicu kejahatan ini. Terus kemudian kejahatan itu berkaitan dengan peningkatan aset lu,” tutup Bambang.