Apakah “AI” Bisa Gantikan Peran Jurnalisme Manusia?

JAKARTA – Penggunaan AI atau artificial intelligence saat ini telah masif digunakan oleh manusia di berbagai sektor, termasuk dalam bidang jurnalisme.
Kemajuan algoritma pemrosesan bahasa alami dan model pembelajaran mesin yang canggih, AI dalam dunia jurnalisme seringkali digunakan untuk berbagai macam tugas, seperti menganalisa trend, pencarian informasi baik dasar mau pun tambahan, hingga diseminasi laporan.
Namun, kini timbul pertanyaan di masyarakat mengenai penggunaan artificial intelligence tersebut.
Meski Dewan Pers telah menerbitkan aturan mengenai penggunaan kecerdasan buatan dalam jurnalisme, namun peran manusia semakin minim.
Lalu timbul pertanyaan: apakah kecerdasan buatan bisa menggantikan peran manusia dalam jurnalisme?
AI Hanya Alat Bantu
Praktisi media Dede Ariwibowo mengatakan, munculnya kecerdasan buatan tersebut tidak menutup kemungkinan akan menggantikan beberapa peran jurnalis manusia dalam membuat berita.
Dede mengatakan, pada dasarnya AI akan membantu para jurnalis dalam tugas-tugas dasar seperti mencari data hingga translasi dan transkrip.

“Pada dasarnya kita akan terbantu dengan AI ini, mempercepat pencarian data, men-summarize hingga melatih kita menulis dan membuat konten,” kata Dede dalam Webinar Hari Pers Nasional “Masa Depan Jurnalis & Media Massa di Tengah Gempuran AI & Medsos” yang diselenggarakan Rujakpolitik.com pada Kamis (13/2/2025).
Namun, ia tidak yakin kecerdasan buatan ini akan menggantikan peran jurnalis secara keseluruhan setidaknya dalam lima tahun ke depan.
Menurutnya, dalam pembuatan berita, terdapat proses supervisi atau koreksi data yang hanya bisa dilakukan oleh manusia.
Sehingga, kecerdasan buatan ini maksimal hanya digunakan sebagai alat bantu dalam proses jurnalistik.
“Beberapa skill dari jurnalis ini pasti iya akan digantikan oleh AI, cuma apakah itu akan menggantikan secara keseluruhan itu tidak, kalau di bayangan saya masih agak sulit,” ujar Dede yang kini mengelola situs berita kesehatan Geriatri.id.
Jurnalisme Butuh Sisi Humanis
Penyiar radio Dakta Syifa Faradilla pun membenarkan AI belum bisa menggantikan peran manusia dalam proses pembuatan berita atau jurnalisme.
Menurutnya, ada beberapa hal yang membuat artificial intelligence sampai saat ini hanya merupakan alat bantu, seperti humanisme.

Ia pun mencontohkan dalam peliputan berita Radio, salah satu yang paling mudah dilihat adalah sisi interaktif dalam produksi beritanya.
Menurutnya, hal ini yang membuat kecerdasan buatan masih dianggap sebagai alat bantu dalam produksi berita.
“AI ini tidak bisa menggantikan proses jurnalisme, terutama dalam hal peran penyiar dengan pendengarnya, semisal berempati saat mewawancarai korban bencana atau menemukan kecelakaan lalu lintas, itu tidak bisa digantikan dengan teknologi AI,” kata Syifa dalam Webinar Hari Pers Nasional “Masa Depan Jurnalis & Media Massa di Tengah Gempuran AI & Medsos” yang diselenggarakan Rujakpolitik.com pada Kamis (13/2/2025).
Ia menuturkan, keunikan jurnalistik terdapat pada insan persnya, salah satunya penyiar jika bicara konteks radio.
Dalam radio, kata Syifa, AI belum bisa menggantikan keunikan dan ciri khas penyiar, seperti interaksi dan gaya penyampaian beritanya.
Selain itu, kata Syifa, kecerdasan buatan pun belum bisa menggantikan peran jurnalis dalam sisi kreativitas di produksi beritanya.
“Mungkin kalau teman-teman pernah mendengar Rico Ceper dengan ciri khas penyebutan “R”-nya yang lain dengan suara yang lain, itu satu contoh ciri khas dari kami yang membuktikan bahwa AI belum bisa menggantikan peran kami,” kata Syifa.
Penggunaan AI Harus Punya Regulasi yang Jelas
Direktur Riset & Komunikasi Lembaga Survei KedaiKOPI Ibnu Dwi Cahyo melihat, AI sampai saat ini hanya bisa dipakai sebagai alat bantu.
Untuk itu, ia mendukung Dewan Pers Indonesia yang menerbitkan kode etik penggunaan kecerdasan buatan dalam jurnalistik.
Ibnu mengatakan, regulasi ini diperlukan untuk memerangi berbagai ancaman di tengah gempuran disrupsi digital, salah satunya disinformasi.
“Kode etik sudah dikeluarkan oleh Dewan Pers, namun lebih lagi regulasi konten di Indonesia ini nanti harus ada, memang sudah dibahas oleh Kominfo tapi masih kurang dalam ya,” kata Ibnu dalam Webinar Hari Pers Nasional “Masa Depan Jurnalis & Media Massa di Tengah Gempuran AI & Medsos” yang diselenggarakan Rujakpolitik.com pada Kamis (13/2/2025).
Di sisi lain, Ibnu mengatakan, AI harus dilihat sebagai sekutu berharga untuk melakukan pekerjaan jurnalisme lebih efisien dan efektif.
“Semisal dalam membuat konten berita adalah menggunakan datanya dengan AI, itu bisa mempercepat proses produksi berita,” kata Ibnu.