Nasional

Amphuri Soroti Risiko Umrah Mandiri dalam UU Haji dan Umrah

  • October 26, 2025
  • 2 min read
Amphuri Soroti Risiko Umrah Mandiri dalam UU Haji dan Umrah Ilustrasi pelaksanaan Ibadah Haji. (Dok: Baznas)

JAKARTA – Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri) mengungkapkan kekhawatiran atas munculnya istilah “Umrah Mandiri” dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (PIHU). Ketentuan ini dinilai dapat menimbulkan dampak negatif bagi jamaah, ekosistem keumatan, dan kedaulatan ekonomi umat.

“Jika legalisasi umrah mandiri benar-benar diterapkan tanpa pembatasan, maka akan terjadi efek domino,” ujar Sekretaris Jenderal Amphuri, Zaky Zakariya, di Jakarta, Jumat (24/10/2025).

Menurut Zaky, umrah mandiri secara konsep adalah perjalanan ibadah yang dilakukan jamaah tanpa melalui Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) resmi. Meski tampak memberikan kebebasan, konsep ini dinilai mengandung risiko besar, seperti kurangnya bimbingan manasik, perlindungan hukum, dan pendampingan di Tanah Suci.

“Jika terjadi gagal berangkat, penipuan, atau musibah seperti kehilangan bagasi dan keterlambatan visa, tidak ada pihak yang dapat dimintai pertanggungjawaban,” katanya.

Jamaah juga berpotensi melanggar aturan di Arab Saudi karena minimnya pemahaman terhadap regulasi setempat, seperti batas waktu visa, larangan berpakaian beratribut politik, atau aktivitas yang dianggap mengganggu ketertiban umum.

“Sejarah mencatat banyaknya kasus penipuan umrah dan haji, termasuk tragedi besar pada 2016 ketika lebih dari 120.000 orang gagal berangkat. Dengan pengawasan ketat saja penipuan masih terjadi, apalagi bila praktik umrah mandiri dilegalkan,” ujarnya.

Lebih lanjut, Zaky menilai legalisasi umrah mandiri dapat membuka peluang bagi korporasi dan platform global, seperti Online Travel Agent internasional, untuk menjual paket umrah langsung ke masyarakat Indonesia tanpa melibatkan PPIU lokal.

“Jika hal ini dibiarkan, kedaulatan ekonomi umat akan tergerus. Dana masyarakat akan mengalir keluar negeri, sementara jutaan pekerja domestik kehilangan penghasilan,” katanya.

Zaky menjelaskan bahwa sektor umrah dan haji menyerap lebih dari 4,2 juta tenaga kerja, mulai dari pemandu ibadah, penyedia perlengkapan, hingga pelaku UMKM di daerah. Legalisasi umrah mandiri juga berpotensi menurunkan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dan mengurangi penerimaan pajak karena nilai tambah ekonomi bergeser ke luar negeri.

“Jika peran lembaga keagamaan seperti pesantren, ormas Islam, dan PPIU diabaikan, maka nilai-nilai rohani yang selama ini menyertai perjalanan ibadah akan hilang. Umrah bisa berubah menjadi sekadar transaksi digital tanpa makna spiritual,” ujarnya.

Zaky mendorong Kementerian Haji dan Umrah RI serta DPR RI melalui Komisi VIII untuk menetapkan batasan teknis yang jelas terkait umrah mandiri. Langkah ini diharapkan dapat menjaga ekosistem keumatan yang telah terbangun selama ini.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *