Amerika Serikat Soroti Regulasi Indonesia, Potensi Kenaikan Bea Masuk hingga 47%

Jakarta, 21 April 2025 – Ketegangan dalam hubungan dagang antara Indonesia dan Amerika Serikat kembali mencuat setelah pemerintah AS melalui Kantor Perwakilan Dagang (USTR) mengkritisi sejumlah kebijakan Indonesia yang dianggap menghambat perdagangan bebas. Meski belum ada keputusan resmi mengenai pemberlakuan bea masuk sebesar 47%, sejumlah isu telah menjadi sorotan utama AS.
Salah satu perhatian utama AS adalah kewajiban penggunaan sistem pembayaran domestik seperti QRIS dan GPN dalam transaksi di Indonesia. AS menilai kebijakan ini dapat membatasi akses perusahaan pembayaran asing dan menghambat persaingan yang sehat.
Selain itu, AS juga menyoroti maraknya peredaran barang bajakan di Pasar Mangga Dua, Jakarta. Dalam laporan “Notorious Markets for Counterfeiting and Piracy 2024”, pasar tersebut disebut sebagai pusat peredaran barang palsu yang merugikan pelaku usaha AS.
Regulasi Indonesia yang mewajibkan sertifikasi halal untuk produk impor, termasuk yang digunakan dalam penyelenggaraan haji, juga menjadi perhatian AS. AS menganggap proses sertifikasi ini menambah beban administratif dan dapat menghambat ekspor produk mereka ke Indonesia.
USTR juga mengkritisi sistem perizinan impor Indonesia yang dianggap rumit dan menjadi hambatan non-tarif bagi produk AS, khususnya di sektor hortikultura dan produk hewani.
Menteri Perdagangan Indonesia, Budi Santoso, menanggapi kritik tersebut dengan menyatakan bahwa pemerintah terus berupaya memperbaiki sistem perizinan dan penegakan hukum terkait hak kekayaan intelektual. Ia juga menekankan pentingnya dialog antara kedua negara untuk menyelesaikan perbedaan pandangan.
Pengusaha Indonesia menyatakan kekhawatiran bahwa potensi kenaikan bea masuk oleh AS dapat berdampak negatif pada ekspor, khususnya di sektor tekstil dan garmen yang selama ini menjadi andalan ekspor ke AS.
Pakar hubungan internasional dari Universitas Indonesia, Dr. Riza Primadjaya, menilai bahwa ketegangan ini mencerminkan perlunya Indonesia menyeimbangkan antara perlindungan industri dalam negeri dan keterbukaan terhadap perdagangan internasional.
Sementara itu, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS mengalami tekanan, yang sebagian disebabkan oleh kekhawatiran pasar terhadap potensi peningkatan bea masuk oleh AS.
Pemerintah Indonesia diharapkan dapat segera melakukan diplomasi perdagangan untuk mencegah eskalasi ketegangan dan memastikan kelangsungan ekspor ke pasar AS.