Aksi vs Visi: Dua Kutub dalam Perdebatan Royalti Musik Indonesia

JAKARTA – Konflik antara Ahmad Dhani dan Once Mekel terkait izin membawakan lagu-lagu Dewa 19 memantik perdebatan nasional tentang keadilan sistem royalti di Indonesia. Perdebatan ini tidak sekadar urusan pribadi antar musisi, tetapi mencerminkan kebingungan publik dan ketegangan sistemik dalam pengelolaan hak cipta dan distribusi royalti.
Hasil survei terbaru yang diadakan oleh Lembaga Survei KedaiKOPI menggunakan metode Computer-Assisted Self Interview (CASI) mengungkap bahwa perhatian publik terhadap isu royalti sangat tinggi. Masyarakat menginginkan sistem royalti yang lebih adil, transparan, dan melindungi semua pelaku industri musik. Survei ini mengungkap bahwa masyarakat terbagi dalam dua perspektif besar.
Dua Perspektif: Hak Cipta atau Perlindungan Penyanyi
- AKSI: Hak Cipta sebagai Inti Industri Musik
Gerakan AKSI menegaskan bahwa pentingnya menjamin hak pencipta lagu. Mereka menolak anggapan bahwa pembayaran royalti melalui lembaga manajemen kolektif (LMK) sudah cukup. Menurut hasil survei Lembaga Survei KedaiKOPI, 91% responden mendukung agar setiap penggunaan lagu pada kegiatan komersil harus mendapatkan izin langsung dari pencipta—sebagai bentuk penghargaan atas karya mereka. - VISI: Kepastian Hukum bagi Para Penyanyi
VISI menggarisbawahi bahwa penyanyi pun membutuhkan kepastian hukum. Mereka berargumen bahwa mekanisme izin yang berdasarkan penilaian subjektif pencipta lagu sering kali memberatkan dan menghambat kreativitas. Dari hasil survei opini yang melibatkan 1065 responden, 86,5% responden menganggap bahwa penyanyi, sebagai penyampai karya, juga harus mendapatkan perlindungan dan penjelasan yang jelas mengenai mekanisme pembayaran royalti.
Transparansi dan Edukasi adalah Kunci
Hasil survei Lembaga Survei KedaiKOPI tersebut mengungkapkan sejumlah temuan penting:
- Kurangnya Transparansi
33,9% responden mengeluhkan lemahnya sistem pelaporan dan data penggunaan lagu. Beserta 44% responden menyebut rendahnya transparansi lembaga pengelola royalti merupakan salah satu hambatan utama dalam penyaluran royalti yang adil. - Minimnya Edukasi Publik
Hasil survei Lembaga Survei KedaiKOPI menyoroti bahwa informasi tentang hak cipta dan mekanisme royalti belum tersosialisasikan secara memadai ke masyarakat. Hanya 67,7% yang benar-benar memahami konsep hak cipta dan royalti, dan 90,7% memahami definisinya setelah dijelaskan. Ini menunjukkan bahwa sosialisasi isu royalti masih belum maksimal. - Perlunya Pendekatan Terpadu
Dari sisi publik, sekitar 75,8% menilai kedua perspektif—hak pencipta dan perlindungan penyanyi—sama penting. Hal ini menunjukkan bahwa solusi terbaik bukanlah memilih salah satu pihak, melainkan menyatukan aspirasi keduanya dalam sebuah sistem yang terintegrasi.
Ini menunjukkan, masalah royalti di Indonesia bukan hanya soal hak, tetapi juga soal kepercayaan dan pengetahuan.
Penyelesaian dan Dampaknya Terhadap Industri Musik
Debat antara AKSI dan VISI bukanlah soal memenangkan satu pihak atas pihak lain. Ini adalah undangan untuk memperbaiki sistem, agar pencipta lagu dihargai dan penyanyi dilindungi, sambil menjaga agar hak cipta dikelola dengan jujur dan profesional.
Beserta kasus terkait lainnya membuka diskusi lebih luas tentang bagaimana sistem royalti di Indonesia dapat diperbaiki untuk memastikan bahwa pencipta lagu dan penyanyi mendapatkan hak mereka secara adil.
Menariknya, 80,1% publik bersedia membayar lebih mahal di kafe atau konser, asalkan pencipta dan penyanyi menerima royalti yang adil. Ini menegaskan bahwa keadilan royalti bukan hanya urusan musisi—tapi juga menjadi perhatian publik sebagai penikmat musik. Ada beberapa saran solusi yang diusulkan dalam survei opini publik Lembaga Survei KedaiKOPI, termasuk:
- Transparansi Lembaga Pengelola untuk memastikan bahwa pencipta lagu mendapatkan bagian yang adil dari royalti yang dihasilkan dari penggunaan lagu mereka.
- Peningkatan peran LMK dalam mengelola royalti dan memastikan distribusinya lebih transparan.
- Edukasi dan Sosialisasi kepada masyarakat mengenai pentingnya royalti, hak cipta, dan pentingnya etika penggunaan karya musik.
Secara keseluruhan, perdebatan antara AKSI dan VISI menunjukkan adanya kebutuhan untuk reformasi dalam sistem royalti musik di Indonesia, agar lebih transparan dan adil bagi semua pihak yang terlibat, baik pencipta lagu, penyanyi, maupun penyelenggara konser.
(Penulis: Fabiola Puspa, Researcher Lembaga Survei KedaiKOPI)