Nasional

Akibat Hiruk-pikuk Politik, Sabrang “Letto” Nilai Indonesia Jadi Negara Skizofrenik

  • July 29, 2025
  • 2 min read
Akibat Hiruk-pikuk Politik, Sabrang “Letto” Nilai Indonesia Jadi Negara Skizofrenik Sabrang Mowo Damar Panuluh atau dikenal sebagai Noe, vokalis grup Letto saat berada di kawasan Jakarta Selatan. (Rujakpolitik.com)

JAKARTA – Budayawan sekaligus musisi Sabrang Mowo Damar Panuluh, yang dikenal sebagai Sabrang “Letto” menilai, hiruk pikuk politik pasca-pemilu hingga manuver para elit telah menjadikan Indonesia bagaikan “negara skizofrenik”.

Dalam pandangannya, rakyat hanya menjadi penonton yang menanggung dampak dari permainan kekuasaan tanpa henti.

“Saya melihatnya sebagai sebuah negara yang skizofrenik,” ujar Sabrang dengan lugas, sebagaimana dikutip dari kanal YouTube Hendri Satrio Official, Selasa (29/7/2025).

Istilah “skizofrenik” ia gunakan untuk menggambarkan inkonsistensi narasi dan kebijakan yang kerap ditunjukkan para pemangku kepentingan, menciptakan kebingungan di tengah masyarakat.

Menurut vokalis band Letto ini, intrik politik yang terus berputar tak akan pernah menemui titik akhir yang jelas, hanya menjadi “bahan” untuk dianalisis tanpa henti.

Ia menyoroti bahwa para politisi terlalu fokus pada kemenangan jangka pendek, mengabaikan dampak jangka panjang bagi masyarakat.

Sabrang juga menyinggung absennya mekanisme kontrol dari masyarakat, seperti kegagalan memberikan “tendangan balik” dengan tidak memilih kembali politisi yang mementingkan agenda pribadi.

“Ini terjadi karena politisi fokus memenangkan permainan tanpa sadar keputusan mereka mempengaruhi banyak orang,” jelasnya.

Di tengah drama kekuasaan tersebut, Sabrang menempatkan rakyat sebagai pihak yang paling dirugikan.

“Rakyat hanya menjadi pelengkap penderita dari drama kekuasaan yang efeknya dirasakan semua,” ungkapnya.

Pernyataan ini menjadi kritik pedas bagi elit politik yang seolah menikmati panggung kekuasaan, sementara keputusan mereka membebani kehidupan masyarakat luas.

Tak hanya melontarkan kritik, Sabrang juga mengusulkan solusi berbasis filsafat dan Pancasila untuk mengatasi kekacauan politik.

Menurutnya, absennya landasan nilai yang kokoh menjadi akar masalah.

“Semua opini politisi bisa dianggap benar karena punya kepentingan masing-masing. Pertanyaannya adalah bagaimana membuat kebenaran yang berlaku untuk seluruh Indonesia,” ungkapnya.

Ia menegaskan bahwa filsafat diperlukan untuk menghubungkan keputusan politik dengan nilai-nilai dasar seperti Pancasila.

Sebab, kata Sabrang, tanpa fondasi filosofis yang kuat, kebijakan dan perdebatan politik hanya akan menjadi permainan benar-salah tanpa akhir. Ia pun menekankan bahwa Pancasila harus menjadi jangkar nilai yang memastikan setiap langkah politik berpihak pada kepentingan nasional.

“Untuk itu diperlukan filsafat, untuk menghubungkan keputusan dengan nilai-nilai dasar seperti Pancasila,” tegasnya.

“Selama kegiatan tidak dihubungkan dengan akar koheren (nilai dasar), semua hanya akan jadi pendapat benar atau salah tanpa akhir,” pungkasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *